JAKARTA. Rupanya ada motivasi sendiri Basuki Tjahaja Purnama menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Pengalaman pahit selama menjadi warga DKI Jakarta membuat pejabat yang akrab disapa Ahok ini bertekad membereskan masalah pengelolaan air bersih di Ibukota. Ahok berkisah, saat menjadi pelanggan operator air di Jakarta, rumahnya sangat kesulitan mendapatkan pasokan air bersih. "Saya harus antre dekat truk tangki penyedia air bersih. Tapi, tetap saja sulit mendapatkannya. Antrean tidak jelas nomor berapa. Harusnya warga yang dapat, malah pengusaha es yang terima air tersebut," kenang Ahok saat meresmikan Gedung Meter Air milik PT Aetra Air Jakarta (Aetra) di Kalimalang, Jakarta Timur, Jumat (14/6). Mirisnya lagi, tambah Ahok, rata-rata tagihan air bersihnya ketika itu mencapai Rp 1 juta per bulan. Padahal saat itu rumahnya kosong dan tidak ada yang menempati. "Masa tagihan Rp 1 juta, padahal keadaan rumah kosong. Tapi, saat itu saya tidak bisa berbuat apa-apa. Makanya, saya jadi Wakil Gubernur ini untuk balas dendam," jelasnya. Jangan salah, dendam yang dimaksud Ahok itu adalah dendam untuk membenahi keadaan pengelolaan air minum saat ini di Jakarta. Dia berharap, pengalaman pahit yang dialaminya tidak terjadi lagi. Dalam sambutannya di depan para Direksi Aetra, Ahok berkali-kali menekankan bahwa pengusaha swasta yang mau berbisnis di Jakarta harus dapat saling menguntungkan bagi perusahaannya dan masyarakat. "Kalau yang satu untung dan yang lain buntung, itu namanya preman bukan bisnis. Nah, tugas kami sebagai pemerintah adalah mewujudkan keadilan sosial," jelas Ahok.
Ahok: saya jadi wagub DKI karena dendam pribadi
JAKARTA. Rupanya ada motivasi sendiri Basuki Tjahaja Purnama menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Pengalaman pahit selama menjadi warga DKI Jakarta membuat pejabat yang akrab disapa Ahok ini bertekad membereskan masalah pengelolaan air bersih di Ibukota. Ahok berkisah, saat menjadi pelanggan operator air di Jakarta, rumahnya sangat kesulitan mendapatkan pasokan air bersih. "Saya harus antre dekat truk tangki penyedia air bersih. Tapi, tetap saja sulit mendapatkannya. Antrean tidak jelas nomor berapa. Harusnya warga yang dapat, malah pengusaha es yang terima air tersebut," kenang Ahok saat meresmikan Gedung Meter Air milik PT Aetra Air Jakarta (Aetra) di Kalimalang, Jakarta Timur, Jumat (14/6). Mirisnya lagi, tambah Ahok, rata-rata tagihan air bersihnya ketika itu mencapai Rp 1 juta per bulan. Padahal saat itu rumahnya kosong dan tidak ada yang menempati. "Masa tagihan Rp 1 juta, padahal keadaan rumah kosong. Tapi, saat itu saya tidak bisa berbuat apa-apa. Makanya, saya jadi Wakil Gubernur ini untuk balas dendam," jelasnya. Jangan salah, dendam yang dimaksud Ahok itu adalah dendam untuk membenahi keadaan pengelolaan air minum saat ini di Jakarta. Dia berharap, pengalaman pahit yang dialaminya tidak terjadi lagi. Dalam sambutannya di depan para Direksi Aetra, Ahok berkali-kali menekankan bahwa pengusaha swasta yang mau berbisnis di Jakarta harus dapat saling menguntungkan bagi perusahaannya dan masyarakat. "Kalau yang satu untung dan yang lain buntung, itu namanya preman bukan bisnis. Nah, tugas kami sebagai pemerintah adalah mewujudkan keadilan sosial," jelas Ahok.