JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mengungkapkan, angka pengangguran terbuka di Jakarta hingga Februari 2014 mengalami kenaikan sebesar 26.000 orang, yakni menjadi 510.000 orang. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memandang BPS perlu mengubah metode penghitungan besaran garis kemiskinan. "(BPS) hitung yang benar deh. Kami tidak mau menggunakan indikator 250 kalori. Seharusnya, gunakan indikator kebutuhan hidup layak (KHL)," kata pria yang akrab disapa Ahok itu di Balaikota, Kamis (9/10). Sebab, jika berdasarkan 250 kalori, standar penghasilan hanya Rp 347.500 per bulan. Sementara itu, apabila menggunakan standar KHL Rp 2,2 juta, angka pengangguran tidak akan setinggi itu. Selain itu, lanjut Ahok, dalam menghitung angka pengangguran, BPS tidak berpatokan pada KTP. Semua orang yang tinggal di Ibu Kota, termasuk yang tidak memiliki KTP DKI, dimasukkan dalam penghitungan angka pengangguran. Padahal, lanjut dia, seharusnya hanya warga yang memiliki identitas DKI yang dihitung ke dalam angka pengangguran. "BPS ukur kemiskinan itu asal ada orangnya di Jakarta langsung dihitung. Gaji UMP saja patokannya KHL, masa mengurus kemiskinan pakai kalori tidak pakai KHL," kata Ahok. Ahok tak akan menerima data tersebut jika warga non-KTP DKI juga dimasukkan sebagai warga miskin. Oleh karena itu, pihaknya telah mempersiapkan anggaran untuk BPS agar mengubah sistem penghitungan angka pengangguran maupun kemiskinan di Jakarta sesuai KHL dan KTP DKI. "Makanya, perhitungan BPS itu tidak bisa didata sekarang, bias. Saya mau bayar mereka untuk menghitung versi baru. Kami siapkan anggarannya untuk mengerjakan dengan metode baru," kata Ahok. (Kurnia Sari Aziza)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ahok: Soal pengangguran, BPS hitung yang benar deh
JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mengungkapkan, angka pengangguran terbuka di Jakarta hingga Februari 2014 mengalami kenaikan sebesar 26.000 orang, yakni menjadi 510.000 orang. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memandang BPS perlu mengubah metode penghitungan besaran garis kemiskinan. "(BPS) hitung yang benar deh. Kami tidak mau menggunakan indikator 250 kalori. Seharusnya, gunakan indikator kebutuhan hidup layak (KHL)," kata pria yang akrab disapa Ahok itu di Balaikota, Kamis (9/10). Sebab, jika berdasarkan 250 kalori, standar penghasilan hanya Rp 347.500 per bulan. Sementara itu, apabila menggunakan standar KHL Rp 2,2 juta, angka pengangguran tidak akan setinggi itu. Selain itu, lanjut Ahok, dalam menghitung angka pengangguran, BPS tidak berpatokan pada KTP. Semua orang yang tinggal di Ibu Kota, termasuk yang tidak memiliki KTP DKI, dimasukkan dalam penghitungan angka pengangguran. Padahal, lanjut dia, seharusnya hanya warga yang memiliki identitas DKI yang dihitung ke dalam angka pengangguran. "BPS ukur kemiskinan itu asal ada orangnya di Jakarta langsung dihitung. Gaji UMP saja patokannya KHL, masa mengurus kemiskinan pakai kalori tidak pakai KHL," kata Ahok. Ahok tak akan menerima data tersebut jika warga non-KTP DKI juga dimasukkan sebagai warga miskin. Oleh karena itu, pihaknya telah mempersiapkan anggaran untuk BPS agar mengubah sistem penghitungan angka pengangguran maupun kemiskinan di Jakarta sesuai KHL dan KTP DKI. "Makanya, perhitungan BPS itu tidak bisa didata sekarang, bias. Saya mau bayar mereka untuk menghitung versi baru. Kami siapkan anggarannya untuk mengerjakan dengan metode baru," kata Ahok. (Kurnia Sari Aziza)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News