KONTAN.CO.ID -Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) menargetkan membangun 61 bendungan di Tanah Air. Enam bendungan di antaranya berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Seperti apa progres masing-masing bendungan di NTT? KUPANG. Jarum jam menunjukkan pukul 11.00 Waktu Indonesia tengah (WITA) saat Tim Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan KONTAN tiba di lokasi bendungan Raknamo, Senin (5/8). Namun, mentari sudah membubung tinggi di atas peraduaannya. Cuaca panas begitu terasa menyubit kulit. Bendungan Raknamo merupakan salah satu dari enam proyek bendungan yang dibangun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sesuai namanya, Bendungan Raknamo terletak di Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, NTT.
Tak hanya berfungsi sebagai sarana pengairan atau irigasi bagi area pertanian, Bendungan Raknamo juga memiliki keindahan dan daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Bendungan ini dilengkapi fasilitas pintu gerbang masuk, taman, pendopo, kamar mandi umum dan ditunjang akses jalan yang baik. Untuk mencapai area bendungan, KONTAN harus melalui pintu gerbang masuk. Di pintu masuk, kami disambut tulisan Selamat Datang di Bendungan Raknamo yang terpampang di atas gapura gerbang. Tak ada biaya tiket masuk, retribusi atau semacamnya. Jarak tempuh dari pintu gerbang menuju bendungan hanya 3,4 kilometer.
Baca Juga: Melihat Progres Proyek Bendungan di Nusa Tenggara Timur Begitu sampai di lokasi, mata kami dimanjakan dengan hijaunya rerumputan taman dan pepohonan di perbukitan yang mengelilingi Raknamo. Bendungan yang dibangun sejak tahun 2014 dan diresmikan Presiden Jokowi pada 9 Januari 2018 ini, menyajikan aneka spot foto menarik bagi wisatawan untuk berlibur di akhir pekan. Semeuel Ahab, Kepala Unit Pengelola Bendungan (UPB) 5 Nusa Tenggara II, mengatakan, kapasitas tampung Bendungan Raknamo bisa mencapai 14,09 juta meter kubik air. Untuk pasokan air, bendungan ini mengandalkan aliran Sungai Noel Puamas, yang memiliki panjang 15,7 kilo meter (km) persegi. Luas daerah genangan bendungan yang dibangun dengan dana sekitar Rp 760 miliar ini mencapai 147,3 hektare dan elevasi (ketinggian air) puncak bendungan sekitar 110,20 meter (lihat tabel). Semeuel menjelaskan, setiap bendungan dirancang untuk menyesuaikan aliran sungai tertentu agar debit air yang diperlukan dapat terpenuhi. Baik selama musim penghujan maupun kemarau. Ini memastikan bahwa fungsi bendungan sebagai sumber air bagi irigasi dan kebutuhan masyarakat dapat berjalan optimal. Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Fernando Rajagukguk menjelaskan, pihaknya mendapatkan tugas membangun enam bendungan di provinsi yang kesohor dengan julukan Nusa Terindah Toleransi ini. Empat bendungan berada di pulau Timor dan dua lain di pulau Flores.
Progres bendungan
Empat bendungan yang berada di Pulau Timor adalah Bendungan Raknamo, Bendungan Manikin di Kabupaten Kupang, Bendungan Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu. Sedang dua lainya di Pulau Flores adalah Bendungan Napun Gete di Kabupaten Sikka dan Bendungan Mbay di Kabupaten Nagekeo. Menurut Fernando, progres pembangunan bendungan-bendungan tersebut berjalan sesuai rencana. Pembangunan bendungan Raknamo, Rotiklot dan Napun Gete telah mencapai 100% dan aktif memberikan kontribusi irigasi dan penyediaan air baku bagi masyarakat. Sementara itu, Bendungan Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan, perkembangannya sudah mencapai 99,05%. Tim Jelajah KONTAN sempat mengunjungi Bendungan Temef pada Selasa (6/8). Secara fisik, bendungan yang dibangun sejak Desember 2016 dan menelan biaya sekitar Rp 2,7 triliun ini memang belum terisi genangan air. Masih ada beberapa pengerjaan proyek yang sedang diselesaikan kontraktornya, yakni PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Nindya Karya (NK). Masalah pembebasan lahan warga setempat jadi salah satu tantangan yang dihadapi Kementerian PUPR, Pemerintah Kabupaten TTS, serta WSKT dan NK dalam menuntaskan proyek bendungan Temef. Sedianya, Kementerian PUPR akan melakukan pengisian air awal (impounding) Bendungan Temef pada akhir Agustus atau September 2024.
Baca Juga: Pembebasan Lahan Bisa Diatasi, Bendungan Temef Siap Beroperasi Diperkirakan,
impounding bendungan Temef dilakukan selama 40 hari. Jika sudah terisi air, Temef akan diresmikan pada September mendatang dan jadi bendungan terbesar di NTT. Selain Raknamo dan Temef, Tim Jelajah KONTAN juga sempat mengunjungi bendungan Rotiklot pada Rabu (7/8). Bendungan Rotilklot merupakan yang terkecil di NTT. Bendungan ini hanya memiliki luas genangan 24,91 hektare, dengan kapasitas tampung air 3,30 juta meter kubik. Sementara dua bendungan lain, Manikin dan Mbay, diperkirakan selesai pada tahun 2025. "Bendungan Manikin masih on going. Kemajuannya baru mencapai 53% dan bendungan Mbay sekitar 54%. Kami berusaha untuk menyelesaikan secepatnya," beber Fernando. Adenan Rasyid, Direktur Bendungan dan Danau Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR menambahkan, total ada 61 bendungan yang dibangun di era pemerintahan Jokowi. "Dari jumlah itu 43 bendungan sudah selesai dibangun. Sisanya kami berusaha semaksimal mungkin bisa berfungsi di tahun ini," katanya. Menurut Adenan, langkah pemerintah untuk menggenjot pembangunan bendungan di Tanah Air sangat mendesak. Sebagai negara agraris beriklim tropis, Indonesia butuh banyak bendungan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan air. Kehadiran bendungan akan meningkatkan hasil pertanian.
Dibandingkan negara lain, Indonesia masih jauh tertinggal dalam kepemilikan bendungan. Ambil contoh China, yang telah memiliki sekitar 98.000 bendungan untuk menghidupi sekitar 1,4 miliar populasi penduduknya. Bandingkan dengan Indonesia, dengan total penduduk 270 jiwa, saat ini baru memiliki sekitar 300 bendungan. Profil 6 Bendungan di Nusa Tenggara Timur
Sumber: Kementerian PUPR Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan