KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan hengkangnya Air Products dari dua proyek hilirisasi batubara di Tanah Air karena dukungan insentif pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia kalah menarik dibandingkan Amerika. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyatakan dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) perusahaan tambang memiliki kewajiban untuk melaksanakan hilirisasi di dalam negeri. “Soal Air Products itu (keluar dari proyek gasifikasi batubara di Indonesia), mereka menilai berbisnis di Amerika lebih menarik,” jelasnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (17/3).
Baca Juga: Ternyata Ini Alasan Air Products Hengkang dari Dua Proyek Hilirisasi Batubara Arifin bilang, lebih atraktifnya Negeri Paman Sam lantaran banyaknya insentif yang diberikan pemerintah untuk proyek-proyek energi baru terbarukan (EBT), salah satunya pemanfaatan hidrogen. “Amerika kan lagi mendorong untuk pemakaian itu (hidrogen),” ujarnya. Jangankan Indonesia, Arifin menilai, Eropa pun juga kalah menarik dibandingkan Amerika yang sedang getol memberikan kemudahan investasi EBT. Salah satu yang membuat investor banyak ‘lari’ ke Amerika ialah disahkannya Inflation Reduction Act (IRA) atau Undang-Undang Pengurangan Inflasi. Mengutip publikasi Canadian Climate Institute, melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi ini, Pemerintah Amerika mengalokasikan sekitar US$ 369 miliar untuk inisiatif keamanan energi dan perubahan iklim, termasuk fokus pada hidrogen bersih (clean hydrogen). Undang-undang tersebut memperkenalkan kredit pajak produksi hidrogen bersih dan memperluas kredit pajak investasi untuk proyek hidrogen dan teknologi penyimpanan hidrogen mandiri. Melalui upaya ini produksi hidrogen bersih di Amerika tentu lebih menarik karena diklaim dapat meningkatkan laba atas investasi. Kredit pajak juga dapat diterapkan untuk memperkuat permintaan hidrogen dengan mensubsidi aplikasi penggunaan akhir seperti kendaraan bertenaga hidrogen. Meski Indonesia masih kalah menarik dari Amerika, Arifin menegaskan, kewajiban hilirisasi batubara harus tetap dijalankan, termasuk proyek coal to Dimethyl Ether (DME). “DME tetap jalan
dong, entah DME yang mana pokoknya harus jalan!,” tegasnya. Kabarnya, setelah Air Products keluar dari Indonesia, kini investor China mulai merapat ke Indonesia. Namun perihal ini, Arifin tidak berkomentar lebih jauh. Yang terang, jika sudah ada investor yang serius mau menggarap proyek hilirisasi emas hitam ini, Kementerian ESDM siap berkomunikasi lebih jauh. “Kalau kita kan
nunggu, jika ada, ya kita akan bertemu,” ujarnya.
Baca Juga: Indonesia Masih Cari Partner Proyek Hilirisasi Batubara Usai Air Products Cabut Sebelumnya, Plh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Idris F Sihite menyebut meski Air Products mundur, Sihite yakin hal tersebut tidak menghambat proyek hilirisasi batubara di dalam negeri. Pasalnya banyak perusahaan lain yang tertarik untuk masuk.
“Namun secara umum, banyak pihak yang tertarik ke proyek hilirisasi batubara, kemarin ada perusahaan China sudah datang,” ujarnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (9/3). Dalam catatan Kontan.co.id, Sihite menyebut salah satu calon mitra potensial tersebut adalah Sedin Engineering Company Ltd asal China. Perusahaan ini disebut tengah melakukan penjajakan dengan beberapa perusahaan yang memiliki kewajiban hilirisasi di Indonesia. Ke depannya, dia yakin, komitmen investasi pada proyek hilirisasi batubara akan bertumbuh signifikan seiring terciptanya pasar dan pembenahan regulasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .