MOMSMONEY.ID - Gencar kembangkan bisnis, AirAsia umumkan babak baru dalam kerjasama jangka panjangnya dengan produsen pesawat Eropa, Airbus. Kerjasama ini bertujuan untuk memajukan penelitian mengenai inisiatif keberlanjutan penerbangan, dengan fokus pada penurunan emisi karbon di kawasan ASEAN. Dalam Nota Kesepahaman (MoU) antara Divisi Keberlanjutan AirAsia dan Airbus menjalin kerjasama untuk mengeksplorasi produksi bahan bakar penerbangan berkelanjutan atau
sustainable aviation fuel (SAF).
Kongsi ini dengan pendekatan terdistribusi, menggunakan bahan baku dan teknologi alternatif di Asia Tenggara. Kerjasama berbasis penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peluang yang dapat mendukung pengembangan komersial proyek-proyek yang menjanjikan, guna memperluas pasokan SAF di kawasan ASEAN. Nota kesepahaman tersebut juga menetapkan ketentuan untuk bersama-sama menyelidiki langkah-langkah lanjutan guna meningkatkan manajemen lalu lintas udara atawa
air traffic management (ATM) dalam rangka mengurangi emisi CO2. Dengan memanfaatkan program efisiensi bahan bakar terdepan dari AirAsia serta keahlian Airbus dalam teknologi penerbangan, antariksa dan layanan terkait lainnya, kedua organisasi akan mengidentifikasi solusi yang dapat diterapkan.
Baca Juga: AirAsia Buka Penerbangan Langsung ke Hong Kong dari Bali dan Jakarta Baik AirAsia dan Airbus akan mengembangkan solusi yang dihasilkan dari proyek Single European Sky ATM Research (SESAR) dan menilai kesesuaiannya untuk diadaptasi ke langit di kawasan ASEAN.
Chief Sustainability Officer Capital A Yap Mun Ching mengatakan, AirAsia akan menjadi mitra utama Airbus di ASEAN untuk menguji kelayakan output SAF yang dikembangkan dengan bahan baku dan teknologi alternatif, serta inisiatif ATM inovatif yang didukung oleh tim inovasi Airbus. "Sebagai maskapai yang beroperasi di lima negara ASEAN, AirAsia memiliki pengalaman luas yang akan melengkapi teknologi Airbus. Kerjasama ini akan memulai berbagai proyek untuk meningkatkan kinerja lingkungan di industri penerbangan," ujar Yap Mun Ching. Yap menyatakan, kerjasama ini secara langsung menanggapi kebutuhan sektor penerbangan untuk berinvestasi dan mengembangkan solusi yang penting untuk mengurangi emisi karbon. Selain meningkatkan efisiensi dan menggunakan SAF, Yap menambahkan bahwa langkah utama bagi AirAsia untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050 adalah dengan memperbarui armada pesawat ke model yang lebih hemat bahan bakar. Pada Juni lalu, AirAsia menerima pesawat A321neo baru pertamanya sejak pandemi Covid-19. AirAsia juga akan menerima lima pesawat tambahan pada kuartal keempat tahun ini yang akan mulai beroperasi di Malaysia dan Thailand. Mulai 2024, semua pesawat Airbus yang dikirimkan ke AirAsia akan menggunakan campuran bahan bakar yang mengandung 5% SAF.
Baca Juga: AirAsia Tambah Rute Kinabalu-Manado Chief Sustainability Officer Airbus Julie Kitcher mengatakan, Airbus berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon di industri penerbangan global. Airbus bekerjasama dengan pelanggan di setiap wilayah, mengeksplorasi semua solusi yang ada, dan berkolaborasi dalam penelitian untuk teknologi masa depan. "AirAsia adalah mitra utama kami di kawasan ASEAN, dan kami sangat senang dapat bekerja sama untuk mencari cara meningkatkan efisiensi operasional, termasuk dalam manajemen lalu lintas udara dan pengembangan serta distribusi SAF," sebut Julie. AirAsia saat ini memesan 361 pesawat model A321 untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan penggantian armada. Pada 2035, pesawat-pesawat baru ini diharapkan dapat mengurangi emisi CO2 AirAsia hingga 10% dibandingkan dengan 2019.
Selain itu, peningkatan efisiensi operasional dan penggunaan SAF diharapkan dapat mengurangi emisi sebanyak 15% lagi, sebagai bagian dari upaya AirAsia untuk mencapai target nol emisi pada tahun 2050. Pada 2023, AirAsia berhasil menghindari emisi sebanyak 130.000 ton CO2 dari jaringan pesawat berbadan sempitnya (
narrowbody) dengan menerapkan lebih dari 20 langkah efisiensi operasional. Ini setara dengan dampak penanaman lebih dari 2 juta pohon. Langkah-langkah tersebut juga membantu mengurangi biaya bahan bakar sebesar US$ 40 juta dan menghemat lebih dari US$ 388.000 dalam biaya terkait emisi karbon. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Jane Aprilyani