KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi krisis pangan dan energi yang sedang melanda dunia saat ini. Dalam hal ini, minyak sawit yang juga merupakan
edible oil atau
vegetable oil tentu berpotensi untuk menjadi solusi penting yang harus dipertimbangkan. "Minyak sawit memiliki peran strategis sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi krisis pangan dan energi global saat ini," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya, Rabu (20/7). Oleh karenanya, Menko Airlangga menyampaikan bahwa negara-negara produsen sawit perlu memanfaatkan momentum meningkatnya permintaan minyak sawit dunia sekaligus terus mendorong pengakuan terhadap daya saing sawit keberlanjutan secara global.
Baca Juga: Ditargetkan Januari 2023, Pembangunan Pabrik CPO dan RPO Berbasis Koperasi Dimulai "Untuk itu, upaya promosi dan realisasi komitmen keberlanjutan kelapa sawit perlu ditingkatkan, termasuk melalui dialog konstruktif dengan konsumen dan produsen minyak nabati lainnya, serta peningkatan kapasitas dan investasi petani skala kecil," katanya. Dalam Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) ke-10 dengan Menteri Industri Perkebunan dan Komoditi Malaysia, Y.M. Datuk Zuraida Kamaruddin di Nusa Dua Bali, Airlangga juga mengapresiasi upaya promosi Global Framework of Principles of Sustainable Palm Oil (GFP - SPO) yang dikembangkan oleh CPOPC dalam acara side event United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) High Level Political Forum pada 10-15 Juli 2022 lalu. Di kesempatan yang sama, Menteri Zuraida mengungkapkan keyakinannya bahwa permintaan minyak sawit akan tetap kuat di tahun 2022 dengan terbukanya sektor ekonomi dan perbatasan internasional, terutama di sektor pangan. Menurutnya, negara-negara produsen minyak sawit perlu mendorong narasi yang lebih baik tentang minyak sawit di tingkat global.
Baca Juga: Berdampak Luas bagi Ekonomi, Kemenperin Fokus Hilirisasi Industri Kelapa Sawit "Saat inilah waktu yang tepat bagi negara-negara produsen sawit dengan bantuan negara mitra pengimpor sawit untuk menunjukkan manfaat dari minyak sawit itu sendiri," kata Zuraida. Dalam PTM tersebut juga dilakukan pembahasan terkait dinamika dan tren peluang serta tantangan dalam pasar minyak nabati global, seperti disrupsi suplai minyak nabati global yang terpengaruh dengan adanya konflik di Ukraina dan proliferasi kebijakan proteksi komoditas pangan pangan. Sebagai upaya peningkatan kerja sama CPOPC di masa mendatang, PTM juga telah membahas rencana CPOPC untuk menyelenggarakan
The G20 Sustainable Vegetable Oil Summit sekitar bulan November 2022. Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyinergikan kerja sama dalam mengatasi tantangan pada rantai pasok minyak nabati. Selain itu, pertemuan tersebut juga menyoroti dinamika dan tren peluang serta tantangan dalam pasar minyak nabati global, seperti disrupsi suplai minyak nabati global yang terpengaruh dengan adanya konflik di Ukraina dan proliferasi kebijakan proteksi komoditas pangan pangan.
Baca Juga: Menghitung Dampak Penghapusan Sementara Pungutan Ekspor CPO Sebagai upaya peningkatan kerja sama CPOPC di masa mendatang, PTM juga telah membahas rencana CPOPC untuk menyelenggarakan
The G20 Sustainable Vegetable Oil Summit sekitar bulan November 2022. Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyinergikan kerja sama dalam mengatasi tantangan pada rantai pasok minyak nabati. Baik Indonesia dan Malaysia menegaskan kembali komitmen bersama guna memastikan upaya advokasi CPOPC untuk minyak sawit berkelanjutan akan terus dilakukan, termasuk dengan pemanfaatan momentum Presidensi Indonesia pada G20 guna memperkuat kolaborasi semua negara produsen minyak sawit dan pemangku kepentingan terkait. Dalam rangka mendukung implementasi kebijakan energi terbarukan, Indonesia dan Malaysia juga sepakat untuk mempertimbangkan terkait peningkatan mandat biofuel menjadi B35 untuk Indonesia dan B20 untuk Malaysia dalam peningkatan konsumsi dalam negeri. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .