KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi perekonomian dunia saat ini masih dibayangi dengan ketidakpastian serta ancaman resesi global pada tahun 2023. Hal ini dipengaruhi oleh belum berakhirnya pandemi Covid- 19, eskalasi konflik geopolitik, tekanan inflasi, pengetatan likuiditas global, serta dampak perubahan iklim. Berbagai skenario dari lembaga internasional juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi pada kisaran 2,8%-3,2% secara tahunan untuk tahun 2022 dan kembali terkoreksi pada kisaran 2,3%-2,8% untuk tahun 2023.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap mampu mencatatkan kinerja impresif hingga triwulan III-2022 yakni sebesar 5,72% secara tahunan atau 1,81% secara bulanan.
Baca Juga: Lima Arahan Presiden Terkait Kesiapan Pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024 Kondisi ini ditunjang dengan pulihnya berbagai sektor utama serta kinerja
leading indicators, baik konsumsi maupun produksi, yang masih tumbuh positif dan lebih baik dibanding beberapa negara lain. Dalam Kompas100 CEO Forum ke-13 yang digelar di Istana Negara, Kamis (2/12), Presiden Joko Widodo mengajak seluruh rakyat optimistis dalam menghadapi ekonomi ke depan. Potensi besar Indonesia dalam sumber daya alam, sumber daya manusia, pasar Indonesia dan ASEAN, serta letak strategis Indonesia merupakan bekal penting dalam membangun strategi ekonomi negara. “Saya mau garis bawahi bahwa sebetulnya mengorkestrasi ekonomi Indonesia adalah stabilisasi fiskal, moneter, dan sektor riil. Jadi kalau tiga itu bisa semuanya dalam harmoni, ekonomi kita akan tahan,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam siaran pers, Jumat (2/12). Neraca Perdagangan Indonesia yang surplus selama 30 bulan berturut-turut tetap perlu diwaspadai, karena sangat bergantung pada tingkat permintaan global dan harga komoditas ekspor ke depan.
Baca Juga: Jokowi Sebut Kinerja Ekspor Berpotensi Menurun pada Tahun Depan Kondisi perekonomian di China dan negara-negara Eropa saat ini juga menjadi hal yang harus terus mendapatkan perhatian. Kondisi inflasi yang sempat dipicu oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di bulan September lalu, relatif telah terkendali dan turun menjadi 5,42% di bulan November. Tingkat inflasi Indonesia juga terhitung lebih baik dari banyak negara lainnya seperti United Kingdom (11,1%), Uni Eropa (10%), dan Amerika Serikat (7,7%). “Artinya dengan tantangan yang sama, Indonesia bisa mengelola lebih baik angka-angka tersebut, walaupun di Indonesia kenaikan harga energi “dibeli” oleh Pemerintah. Yang di
past through ke publik itu terbatas,” ujar Menko Airlangga.
Editor: Noverius Laoli