Ajak China Kerja Sama Pertanian di Indonesia, Luhut: Teknologi Mereka Lebih Bagus



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan rencana kerja sama dengan China untuk pengembangan pertanian di Indonesia. 

Luhut mengatakan, salah satu alasan kerja sama ini lantaran China dianggap memiliki teknologi yang lebih maju jika dibandingkan di dalam negeri utamanya terkait pengembangan bibit. 

"Banyak yang tanya mengapa menyangkut pertanian mengajak dari luar (China), ya memang teknologi mereka lebih bagus," jelas Luhut melalui unggahan di Instagramnya, Rabu (26/6). 


Ia bilang kerja sama dengn China untuk mengembangkan teknologi di dalam negeri sebetulnya pernah dilakoni. Tapi Luhut mengaku heran kenapa kerja sama ini tidak berlanjut. 

Padahal, kata dia, waktu itu China memberikan bantuan bibit hibrida sampai dengan 12-16 ton per hektare. 

"Tapi entah kenapa itu berhenti, makanya sekarang saya bolang kita mau kerja sama lagi," jelas Luhut. 

Baca Juga: Pemerintah Akan Cari Investor untuk Kembangkan Food Estate

Luhut mengatakan, kerja sama yang akan dilakukan dipastikan melibatkan peneliti dalam negeri untuk mengembangkan bibit yang unggul. 

Luhut melihat satu hal masalah pertanian adalah terkait dengan bibit yang kurang berkualitas. Dan untuk itu, ia juga akan menggandeng peneliti China bersama dengan peneliti dalam negeri menciptakan bibit yang lebih baik. 

Sebelumnya , Luhut bilang rencana kerja sama pengembangan pertanian di dalam negeri ini akan dilakukan di wilayah food estate Kalimantan Tengah. 

Rencananya proyek akan dimulai pada Oktober 2024 yang akan datang. 

Pengelolaan lahan tersebut akan dilakukan secara bertahap. Misalkan, dari 100.000 hektare, naik menjadi 200.000 hektare, dan selanjutnya. 

Adapun lembaga yang ditunjuk untuk mengumpulkan hasil produksi tersebut adalah Perum Bulog. “Kita berharap 6 bulan dari sekarang mungkin kita sudah mulai dengan proyek ini,” ungkap Luhut. 

Rencana ini sempat tuai perhatian para pakar. Salah satunya pengamat pertanian dari Universitas Gadjah Mada Bayu Dwi Apri Nugroho. 

Menurut Bayu, terdapat kompleksitas sangat besar membahas pertanian di Indonesia. Menurutnya tidak ada pihak yang bisa menggeneralisasi atau menggaransi keberhasilan penanaman padi di Cina juga akan mencapai keberhasilan yang sama di Indonesia. 

"Sukses disana belum tentu akan mendapatkan hasil yang sama di Indonesia, dalam hal ini di Kalimantan Tengah. Ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan komoditas pertanian, termasuk kondisi lingkungan seperti iklim, tanah, hama, penyakit, dan aspek sosial masyarakat,” ungkapnya Senin (6/5). 

Ada hal yang sangat ditakutkan termasuk kegagalan karena bibit tidak bisa tumbuh dengan baik atau tidak menghasilkan produktivitas seperti yang diharapkan.

“Bagaimanapun kondisi lingkungan Cina dan Indonesia dalam hal ini Kalimantan Tengah memang berbeda,” ucapnya. 

Baca Juga: Bappenas Pastikan Food Estate Berlanjut di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Karena itu, sebaiknya proyek penanaman tersebut tidak langsung dilakukan di area yang luas, dan bisa dilakukan semacam piloting dengan demplot untuk pengujian terlebih dahulu. Apakah bibit yang berasal dari China tersebut cocok dengan kondisi lingkungan dan bisa diterapkan di Kalimantan Tengah.

“Jika bibit dari Cina telah diuji dan terbukti dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, serta menghasilkan produktivitas tinggi seperti di Cina, maka tentunya diperlukan peningkatan skala,” kata Bayu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat