AJI: Upah layak reporter di Jakarta Rp 5,7 juta



JAKARTA. Bersamaan dengan penetapan Upah Minimum Provinsi di DKI Jakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta melakukan survei kebutuhan hidup layak untuk para jurnalis di Jakarta.

Setelah menghitung berbagai kebutuhan, AJI Jakarta menilai, upah untuk jurnalis tingkat reporter adalah Rp 5,7 juta per bulan. Besaran upah tersebut dipandang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak para jurnalis tingkat reporter di Jakarta pada 2014. “Besaran upah layak ini kami peroleh dengan perhitungan dan analisis terhadap 39 barang dan jasa menyangkut kebutuhan hidup layak bagi seorang jurnalis di Jakarta,” ungkap Umar Idris, Ketua AJI Jakarta dalam siaran persnya, Minggu (3/11).

Menurut Umar, komponen yang mengambil porsi terbesar adalah makanan sebesar Rp 2,1 juta per bulan. Kedua adalah komponen kebutuhan penunjang tugas jurnalistik sebesar Rp 1,5 juta per bulan.


“Sisanya adalah kebutuhan tempat tinggal dan sandang. Upah layak tersebut habis untuk membiayai makanan dan kebutuhan penunjang kegiatan jurnalistik,” imbuh wartawan KONTAN tersebut.

Karena itu, AJI Jakarta mengimbau, perusahaan media dan organisasi perusahaan media cetak, online dan radio dan televisi menjadikan upah layak ini sebagai acuan dalam memberikan upah minimal kepada jurnalis setingkat reporter. Ini, dengan pengalaman kerja satu tahun dan baru saja diangkat menjadi karyawan tetap. Faktanya, hingga saat ini, dalam survey yang diselenggarakan AJI Jakarta, sebagian besar media masih memberikan upah yang jauh di bawah upah layak kepada para reporternya. Ini terjadi di media cetak, online dan radio dan televisi.

Dalam survei upah jurnalis, rata-rata upah reporter di Jakarta di kisaran Rp 3 juta per bulan. AJI Jakarta memandang tingkat upah layak ini sangat penting agar jurnalis lebih professional dalam menjalankan tugasnya.

Umar menambahkan, rendahnya upah dan kesejahteraan jurnalis, membuat profesi ini akan selalu rentan terhadap godaan suap atau pemberian amplop dalam bentuk apa pun.

Kondisi ini sangat berbahaya bagi kebebasan pers karena pers dapat dikendalikan oleh kepentingan narasumber, tidak lagi mengabdi kepada kepentingan publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan