Ajukan bangkrut, peritel fesyen J.Crew Group tutup 321 toko



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Penyebaran virus korona yang masih massif di Amerika Serikat membuat Ritel fesyen asal Amerika Serikat J.Crew Group, yang memiliki brand pakaian J.Crew dan Madewell mengajukan kebangkrutan pada Senin (4/5).

Dalam klausulnya tersebut, ada perjanjian antara perusahaan dengan kreditur untuk mengonversi utang senilai US$1.65 miliar menjadi ekuitas atau saham di perusahaan.

Meski sudah mengajukan kebangkrutan, dalam keterangannya yang dikutip www.forbes.com, pada Rabu (6/5) setelah virus korona hilang, perusahaan berencana untuk membuka kembali 181 toko J.Crew, 140 toko Madewell, dan 170 pabrik.


Baca Juga: Uniqlo berambisi menguasai pasar AS

Asal tahu saja J. Crew adalah riteler terbesar pertama yang mengajukan kebangkrutan. "Karena menjadi ritel pertama yang mengajukan kebangkrutan, J. Crew pantas menerima penghargaan," kata Anthony Lupo, seorang mitra di firma hukum Arent Fox yang memimpin tim 70 pengacara dalam praktik mode dan ritel firma, kepada www.forbes.com, Rabu (6/5).

Kata dia, setiap riteler fesyen harus benar-benar memeriksa manfaat dari reorganisasi. Adanya krisis akibat virus korona ini, ada peluang sekarang untuk melakukan restrukturisasi. "Sekarang waktu yang tepat ketika orang bersedia untuk melakukan negosiasi ulang, jika sudah selesai Anda akan terpaksa pergi ke mereka nanti," imbuh dia.

Lupo mengakui bahwa lebih baik bagi peritel untuk bernegosiasi ulang saat ini dengan pemilik dan vendor mereka sebelum menempuh jalur kebangkrutan. Di sisi lain, kebangkrutan dapat menjadi alat yang berharga untuk mengoptimalkan bisnis ritel yang memiliki leverage berlebih, seperti J. Crew.

Baca Juga: Acara Inagurasi, Michelle Pilih Kenakan Rancangan Toledo

“Kebanyakan peritel fesyen memiliki banyak toko dan belum mengadaptasi model bisnis mereka ke ritel omnichannel. Bayangkan, Anda menyewa  semua toko yang Anda harapkan bisa membayar sewa, tetapi Anda hanya diizinkan memiliki 25% dari orang-orang yang pergi ke mal. Bagaimana Anda bisa menghasilkan uang untuk menutupi itu? Sebagian besar perusahaan tidak dapat mengukur ukuran bisnis mereka," imbuh dia.

Editor: Azis Husaini