Ajukan Eksepsi, Bos Wilmar Sebut Jadi Korban Inkonsistensi Kebijakan Ekspor CPO



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim penasihat hukum terdakwa Master Parulian Tumanggor, bos Wilmar Nabati, membacakan eksepsi atau keberatan atas dakwaan penuntut umum dalam perkara Nomor 58/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perkara ini menyangkut izin ekspor crude palm oil (CPO).

Kuasa hukum Master Parulinan Tumagor, Juniver Girsang menyatakan, kliennya adalah korban inkonsistensi kebijakan Kementerian Perdagangan untuk mengatasi masalah kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di masyarakat.

“Klien kami adalah korban inkonsistensi kebijakan Kementerian Perdagangan,” kata Juniver dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (6/9)


Juniver menerangkan, dalam kebijakan yang berlaku kilennya sebagai produsen  dan eksportir CPO telah memenuhi kewajibannya dalam pengadaan minyak goreng dalam negeri (DMO).

Baca Juga: 5 Terdakwa Kasus Izin Ekspor CPO Didakwa Rugikan Negara Rp 18,35 Triliun

Namun karena adanya inkonsistensi kebijakan terkait DMO membuat produsen atau eksportir CPO kesulitan melakukan penyesuaian kebijakan.

"Kebijakan yang melandasinya cepat sekali berubah dimana dalam kurun waktu kurang dari dua bulan Kementerian Perdagangan menerbitkan 4 kebijakan yaitu, Permendag No. 02/2022, Permendag No. 08/2022, Kepmendag No. 129/2022 dan Kepmendag No. 170/2022," sebut Juniver.

Juniver melanjutkan, aturan yang tidak konsisten itu tidak hanya menyebabkan kelangkaan minyak goreng yang kemudian merugikan masyrakat. Inkonsistensi itu, juga merugikan Wilmar Group lebih dari Rp 1,6 triliun.

Lebih lanjut, Juniver menjelaskan, alasan lain klienya mengajukan eksepsi karena Jaksa Penuntut Umum tidak cermat menguraikan bagaimana terdakwa melanggar ketentuan dalam UU Perdagangan, Permendag No. 19/2021, Permendag No. 08/2022, Kepmendag No. 129/2022 dan Kepmendag No. 170/2022.

Menurutnya, semua peraturan perundang-undangan yang dituduhkan kepada terdakwa Master Parulinan Tumanggor tidak memuat sanksi pidana.

Juniver menganggap, Kejaksaan keliru menuding kliennya sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng. Sebab, kata dia, Master Parulinan Tumanggor bukan pejabat Kementerian Perdagangan yang berwenang menerbitkan izin ekspor. Menurut dia, kliennya juga bukan pemohon izin minyak goreng.

"Terdakwa juga tidak pernah menerima penugasan dari Wilmar Group untuk mengajukan permohonan izin ekspor CPO atas nama PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi Nabati Sulawesi dan PT Wilmar Bioenergi Indonesia," kata Juniver.

Baca Juga: Didakwa Rugikan Negara Rp 18,35 Triliun, 5 Terdakwa Kasus Ekspor CPO Ajukan Eksepsi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat