JAKARTA. Kebijakan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.57 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut menuai kontroversi. Pasalnya, sejumlah kalangan, baik dari petani dan akademisi menilai, beleid tersebut menghambat pembangunan perkebunan dan kehutanan. Karena itu, mereka mendesak pemerintah merevisi beleid tersebut. Peneliti Utama Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Chairil Anwar Siregar mengatakan, harusnya semangatnya PP No. 57 tahun 2016 harusnya diarahkan untuk mendukung sektor perkebunan dan kehutanan di lahan gambut. Aturan-aturannya harus bisa diaplikasikan masyarakat dan dunia usaha. Namun yang terjadi justru menyulitkan masyarakat mengembangkan perkebunan dan kehutanan akibat kebijakan tersebut. Ia mengatakan ditetapkannya muka air di lahan gambut paling rendah 40 cm tidak realistis dengan kondisi di lapangan, karena air gambut sulit mencapai ketinggian tersebut, apalagi di musim kemarau. Bila itu pun bisa direalisasikan, maka berpotensi membuat akar tanaman membusuk karena genangan air. "Selain itu, penetapan 30% dari Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) sebagai fungsi lindung akan mematikan ekonomi rakyat dan investasi," ujarnya, Rabu (22/2).
Akademisi dorong revisi PP Gambut
JAKARTA. Kebijakan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.57 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut menuai kontroversi. Pasalnya, sejumlah kalangan, baik dari petani dan akademisi menilai, beleid tersebut menghambat pembangunan perkebunan dan kehutanan. Karena itu, mereka mendesak pemerintah merevisi beleid tersebut. Peneliti Utama Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Chairil Anwar Siregar mengatakan, harusnya semangatnya PP No. 57 tahun 2016 harusnya diarahkan untuk mendukung sektor perkebunan dan kehutanan di lahan gambut. Aturan-aturannya harus bisa diaplikasikan masyarakat dan dunia usaha. Namun yang terjadi justru menyulitkan masyarakat mengembangkan perkebunan dan kehutanan akibat kebijakan tersebut. Ia mengatakan ditetapkannya muka air di lahan gambut paling rendah 40 cm tidak realistis dengan kondisi di lapangan, karena air gambut sulit mencapai ketinggian tersebut, apalagi di musim kemarau. Bila itu pun bisa direalisasikan, maka berpotensi membuat akar tanaman membusuk karena genangan air. "Selain itu, penetapan 30% dari Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) sebagai fungsi lindung akan mematikan ekonomi rakyat dan investasi," ujarnya, Rabu (22/2).