Akademisi: Penyederhanaan cukai sangat diperlukan



JAKARTA. Menghadapi tahun 2017, pemerintah melalui penetapan kebijakan fiskal yang tertuang dalam APBN 2017 telah menetapkan jumlah target pendapatan negara sebesar Rp1.750,3 triliun. Jumlah ini terdiri dari target penerimaan perpajakan sebesar Rp1.489,9 triliun.

Saat ini, pajak sebagai sumber penerimaan negara dirasa belum efektif dan optimal. Hal ini dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keynote speech Seminar “Problem Defisit Anggaran dan Strategi Optimalisasi Penerimaan Negara 2017” di gedung DPR, Senin (20/2).

Sri Mulyani mengatakan bahwa peraturan perpajakan di Indonesia sangat rumit dan penerimaan pajak masih menjadi salah satu tantangan bagi pemerintah. “Negara lain di dunia mengenal aturan pajak kita (sebagai) the most complicated rezim pajak” tukas Sri Mulyani.


Salah satu contoh kompleksitas regulasi dalam perpajakan adalah struktur tarif pada cukai hasil tembakau. Seperti yang diketahui cukai hasil tembakau merupakan kontributor ketiga terbesar sektor perpajakan. Produk tembakau menyumbangkan 95 - 96 % pendapatan cukai, atau setara dengan Rp 137,9 triliun di tahun 2016.

Peneliti FEB UGM, Bambang Riyanto menjelaskan, penyederhanaan cukai sangat diperlukan untuk menghindari kecurangan yang akan merugikan negara.

Kerumitan struktur cukai yang mencapai 12 lapis, menurut Bambang akan memicu kecurangan oleh pihak-pihak tertentu. "Misalnya, untuk harga rokok mahal, mereka akan membeli pita cukai untuk rokok murah. Ini tentu akan merugikan negara," lanjutnya.

Bambang menambahkan, potensi kecurangan ini sudah ia temukan melalui riset Survei Cukai Nasional yang dilakukan rutin dua tahunan. Bahwa tarif cukai yang rumit menghasilkan incidence ketidakpatuhan yang lebih tinggi. Sebaliknya, ketidakpatuhan minim terjadi ketika kondisi struktur tarif cukai sederhana.

Rencana penyederhanaan struktur tarif cukai telah dikemukakan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi dalam berbagai kesempatan. Pada 2017, kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) masih fokus pada kenaikan tarif. Baru di 2018, Pemerintah akan memangkas struktur menjadi 9 atau 8 tingkatan tarif.

"Layer kita sudah rencanakan ke depan akan makin kecil, saat ini ada 12 tingkatan tarif. Nanti 2017 kita mengecilkan gap antar layer, tapi tetap sama 12. Mulai 2018 kita akan kurangi tingkatan tarif mungkin jadi 9 atau 8. Jadi pemerintah dengan kebijakan ini berharap, satu, jangan sampai layer ini dimanfaatkan men-switch pita cukai dari harga murah ditempelkan ke harga rokok yang lebih mahal," jelasnya.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Hendrawan Supratikno menyambut baik rencana Ditjen Bea Cukai untuk mengurangi tingkatan tarif cukai rokok yang dari 12 menjadi 8 atau 9 saja di 2018. Hendrawan berpendapat bahwa dengan adanya pengurangan tingkatan tarif akan meningkatkan kepatuhan.

Hendarawan menambahkan, "Memang tingkatan tarif cukai harus dibuat lebih sederhana. Saya yakin dengan tingkatan tarif yang lebih sederhana tingkat kepatuhannya juga akan semakin tinggi, karena orang tidak ingin berurusan dengan sesuatu yang rumit, untuk saat ini pengurangan menjadi 8 tingkatan tarif itu sudah cukup ideal, karena tidak mungkin juga langsung turun menjadi 6 secara cepat."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto