Akademisi: Perjanjian dagang dongkrak ekspor non migas di 2018



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski tercatat defisit, kinerja perdagangan Indonesia di sepanjang 2018 dinilai masih tumbuh positif. Sejumlah misi dagang dan perjanjian dagang yang banyak dilakukan Kementerian Perdagangan di sepanjang tahun kemarin, dinilai cukup sukses mendongkrak kinerja ekspor non migas dan menahan defisit perdagangan.

“Perjanjian-perjanjian dagang itu kan meminimalkan ketidakpastian pasar. Walaupun memang untungnya tidak banyak, tetapi lebih terjamin pembelinya,” ujar Guru Besar Universitas Brawijaya Candra Fajri Ananda dalam siaran persnya, Kamis (10/1).

Perjanjian dagang dan misi dagang yang lumayan banyak dilakukan pada tahun 2018, menurutnya menumbuhkan harapan akan lebih terjaminnya tingkat ekspor beberapa komoditas andalan Indonesia ke depan. “Memang tidak semua, tapi yang penting-penting seperti perjanjian dagang itu kan ibarat mereka mau beli punya kita, kita juga beli punya mereka, jadi lebih pasti,” katanya.


Di sepanjang tahun lalu, Kemendag tercatat melakukan 8 perjanjian dagang yang teratifikasi. Menyusul dua perjanjian yang tengah dalam proses ratifikasi, yaitu Indonesia-Chile CEPA dan ASEAN-Hong Kong FTA and Investment Agreement.

Kemdag juga diketahui telah melakukan penandatanganan terhadap 4 perjanjian dagang kawasan. Yakni 10th ASEAN Framework Agreement on Services, First Protocol to Amend ATIGA, ASEAN Agreement on Electronic Commerce, dan Indonesia-EFTA CEP Berbagai perjanjian dagang ini diperkirakan meningkatkan ekspor hingga US$ 1,9 miliar.

Tahun lalu, Kemdag juga melakukan misi dagang di 13 negara, yang sebagian besar adalah pasar nontradisional. Dalam misi tersebut, transaksi yang dihasilkan mencapai US$ 14,79 miliar. Jumlah ini tumbuh 310% dibandingkan transaksi misi dagang 2017 sebesar US$ 3,6 miliar.

Hanya saja, menurut Candra, perjanjian maupun misi dagang tidak bisa secara langsung menguatkan neraca perdagangan. Pasalnya beberapa harga komoditi dunia yang menjadi dagangan utama Indonesia, seperti minyak sawit dan batu bara, mengalami penurunan harga.

Di sisi lain, konsumsi migas Indonesia yang kian membesar dan tidak diimbangi dengan produksi membuat defisit neraca perdagangan pada tahun kemarin membengkak. Tercatat di sepanjang Januari-November 2018, total defisit perdagangan dari sektor migas mencapai US$ 12,15 miliar. 

Besarnya defisit ini disebabkan meningkatkan impor migas pada periode yang sama. Sampai November kemarin total nilai impor migas Indonesia mencapai US$ 27,81 miliar, naik US$ 6,06 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. “Jadi kalau dilihat memang migasnya ini ya. Nonmigas sudah cukup bagus, cuma memang masih perlu peningkatan,” tuturnya.

Sementara, neraca perdagangan nonmigas sebenarnya dari Januari-November 2018 masih mencatatkan surplus US$ 4,64 miliar. Ekspor non migas secara total tercatat sebesar US$ 150,15 miliar di 2018, naik 7,46% dibanding 2017 yang tercatat sebesar US$ 139,72 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .