KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ketentuan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian ada yang belum diimplementasikan. Salah satunya terkait pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP) yang seharunya sudah direalisasikan sejak aturan tersebut diundangkan tiga tahun setelahnya yakni pada 2017. Kepala Departemen Keanggotaan dan Kepatuhan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Apriliani Siregar menegaskan, asosiasi mendukung pembentukan lembaga penjamin polis. Kehadiran lembaga ini tentunya dapat memberikan perlindungan kepada pemegang polis, tertanggung dan pihak lain. Dalam hal ini, pihaknya fokus penggunaan dana jaminan tersebut untuk pembayaran klaim dan hak pemegang polis bukan sebagai dana talangan (bailout) terhadap asuransi yang kolaps. Maka itu, lembaga ini harus memberikan dukungan terhadap industri asuransi yang sehat.
Baca Juga: Himpun dana jangka panjang, dana investasi industri asuransi jiwa terus menanjak “Dengan begitu, lembaga penjamin polis bisa memberikan dukungan terhadap perkembangan industri asuransi jiwa yang sehat dan bukan menghambat ruang gerak dan pertumbuhan industri,” kata Apriliani di Bogor, Jumat (28/2). Ada beberapa hal yang diharapkan asosiasi seperti kepesertaan LPP didasarkan pada pendekatan berbasis risiko. Misalnya saja, kriteria peserta LPP mempertimbangkan rasio solvabilitas (RBC) dengan nilai lebih 120% agar diprioritaskan. Selanjutnya, biaya kepesertaan sesuai dengan tingkat risiko manajemen perusahaan asuransi. Dengan begitu, asuransi yang memiliki tingkat kesehatan tinggi dikenakan biaya lebih rendah dan sebaliknya.