KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transaksi pengakhiran lebih awal alias pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) lewat program Just Energy Transition Partnership (JETP) bakal dimulai akhir tahun ini. Kepala Sekretariat JETP Indonesia, Edo Mahendra, mengatakan bahwa JETP akan merealisasikan program Investment Focus Area 2, yaitu pemensiunan dini PLTU pada akhir tahun ini dengan skema Energy Transition Mechanism (ETM). “(PLTU yang disasar) Antara Cirebon (PLTU Pelabuhan Cirebon-1) atau (PLTU) Pelabuhan Ratu,” ujar Edo kepada Kontan.co.id, Minggu (5/11).
Kendati demikian, hal ini tidak berarti bahwa PLTU yang disasar akan berhenti beroperasi saat itu juga.
Baca Juga: Ini Dua Pembangkit Listrik yang Jadi Proyek Prioritas Pensiun Dini PLTU “Bukan ditutup end of this year ya, di-exercise,” tegas Edo. Sebelumnya, rencana realisasi program pensiun dini pada akhir tahun 2023 juga sempat diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif. Ia berujar, PLTU yang disasar bisa jadi PLTU Pelabuhan Ratu. Hanya saja, ia mengaku belum bisa memastikan keakuratan informasi ini lantaran harus berkoordinasi dengan pihak JETP. “Itu yang di Pelabuhan Ratu, tapi harus konfirmasi lagi (ke JETP),” katanya saat ditemui wartawan di Gedung Kementerian ESDM Jumat (3/11). PLTU Pelabuhan Ratu berkapasitas 969 MW menyalurkan listrik untuk sistem Jawa-Madura-Bali. Pembangkit ini seharusnya dapat beroperasi hingga 2042, namun dengan dipensiunkan dini, umur pembangkit ini dipangkas 5 tahun sehingga hanya beroperasi sampai 2037. Estimasi investasi pemensiunan dini PLTU Pelabuhan Ratu senilai US$ 870 juta. Sementara itu, PLTU Cirebon-1 berkapasitas 660 MW juga melistriki sistem Jawa-Madura-Bali seharusnya dapat beroperasi sampai 2045. Namun dengan dipangkas umurnya 8 tahun, pembangkit ini hanya akan beroperasi sampai 2037. Estimasi investasi proyek ini sekitar US$ 300 juta.
Baca Juga: Tahun Ini, Satu Program Transisi Energi Lewat JETP Bakal Digarap Program pemensiunan dini PLTU sendiri merupakan bagian dari fokus investasi 2 alias Investment Focus Area (IFA) 2 yang dimuat dalam draft dokumen investasi dan kebijakan komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP), bersama dengan program lainnya yaitu phase-out yang diatur. Peneliti Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna, mengatakan bahwa program JETP patut diapresiasi lantaran disusun lewat evaluasi yang mendalam. Namun, realisasinya perlu dikawal agar terlaksana dengan baik.
“Karena sifatnya yang longgar dan tidak mengikat maka pertanyaannya adalah mengenai realisasinya,” ujar Putra saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (5/11). Lebih lanjut, ia meminta agar pelaksanaan program JETP tidak lantas membuat realisasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) menjadi terabaikan. “Menurut saya cukup penting karena RUPTL terkadang realisasinya tidak konsisten dan saat ini perhatian tertuju ke JETP terlalu besar,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi