Akhir Januari, FLPP bergulir kembali



JAKARTA. Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) menghentikan sementara program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Hal ini setelah pemerintah dan bank gagal menyepakati besaran bunga kredit FLPP. Kedua pihak kini tengah berunding.

Pemerintah meminta bank mematok bunga FLPP di kisaran 4,7% hingga 6% per tahun, lebih rendah dari bunga FLPP selama ini sebesar 8% per tahun. Pertimbangannya, pemerintah ikut menyediakan likuiditas, sehingga biaya dana bank di program ini lebih murah.

Kemenpera juga siap menaikkan porsi pendanaan hingga lebih dari 50% jika bank bersedia menggunting bunga kredit. Selain itu, tren bunga kredit saat ini juga terus menurun, imbas penurunan bunga acuan (BI rate).


Sementara perbankan menilai, bunga 6% tidak menguntungkan. Pendapatan tidak bisa menutup biaya operasional maupun biaya dana. Belum lagi premi risiko. Biaya dana sulit ditekan karena sumber pendanaan untuk kredit jangka panjang seperti KPR masih terbatas.

Sri Hartoyo, Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera, berharap, titik temu tercapai sebelum akhir Januari 2012. Jadi, program rumah masyarakat berpenghasilan rendah ini bergulir kembali Februari mendatang. "Di diskusi, perbankan dapat mengajukan berapa persentase bunga kredit beserta hitungan risiko, biaya operasional dan margin," katanya, Senin (16/1). Setelah tercapai kesepakatan, Kemenpera dan bank penyalur FLPP menandatangani kontrak baru.

Indrastomo Nugroho, Head of Product and Business Credit Consumer Bank BNI, mengatakan, pihaknya telah mengkaji bunga FLPP dibawah 8%. Dengan bunga yang semakin rendah, keuntungan semakin tertekan.

Mempengaruhi KPR

Erzon, Direktur Utama Bank BPD Riau Kepri, membenarkan penghentian FLPP lantaran belum ada kesepakatan bunga. Dia menilai, dengan bunga maksimal 6% perbankan sulit mendapat untung. Dari bunga 6% bank mengeluarkan biaya operasional 3% dan biaya dana 3%.

Perbankan akan mendiskusikan kembali tingkat bunga FLPP dengan Kemenpera pekan depan. "Kami juga berharap menyepakati tingkat bunga yang ideal," tutur Erzon.

Penutupan sementara ini mempengaruhi penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR). Bank Riau Kepri telah menunda pengucuran kredit kepada debitur baru. Sejauh ini, bank daerah ini telah menyepakati pembiayaan senilai Rp 18 miliar untuk 231 unit rumah.

Eddy Ganefo, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menyatakan, penurunan bunga FLPP menguntungkan semua pihak. "Daya beli masyarakat semakin bagus," jelasnya. Dia menghitung, tahun ini permintaan rumah via FLPP bisa bertambah 5%–10%.

Berdasarkan catatan KONTAN, hingga Desember 2011 realisasi pembiayaan FLPP Rp 3,68 triliun untuk 109.614 unit rumah. Bank Tabungan Negara (BTN) menjadi bank penyalur terbesar sejak program ini di Desember 2010.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini