KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kelapa sawit di akhir tahun bisa merangkak ke posisi US$ 540 per ton dengan syarat produksi minyak nabati selain sawit luar negeri dalam keadaan stabil seperti saat ini. Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang menyampaikan sentimen dalam negeri berupa mandatori biodiesel 20% (B20) masih belum cukup untuk menggerakkan harga sawit secara signifikan. Pasalnya sentimen asing juga berperan besar dalam pergerakan harga tersebut. "Kalau produksi
soy bean masih seperti ini maka kita tidak akan melihat penurunan harga," katanya, Kamis (18/10).
Menurutnya posisi harga sawit di perdagangan internasional saat ini bertengger di kisaran US$ 510-US$ 515 per ton harga
Fee on Board (FOB). Namun dalam dua bulan ke depan harga bisa mencapai US$ 525 ton per tahun dan akhir tahun bisa mencapai US$ 540 per ton. Togar melihat momentum yang bisa meningkatkan perdagangan sawit di kuartal IV relatif minim. Pasalnya festival Diwali di India yang menjadi ajang besar pembelian sawit akan berlangsung dalam waktu dekat telah direspon dengan buffer stock dari India sejak beberapa bulan ke depan. Sehingga, pada kuartal ini, belum ada sentimen signifikan yang bisa gerakkan pasar. Menanggapi ini Ketua Bidang Komunikasi GAPKI, Tofan Mahdi menyampaikan akhir tahun akan ada peningkatan pembelian karena permintaan ekspor lebih besar dari China. "Dan ada beberapa isu bilateral di India yang bisa diselesaikan, terkait pajak, itu bisa pertahankan pasar India sebagai pasar sawit terbesar kita," katanya. Dalam perhitungan Gapki, bila ekspor ke India bisa dipertahankan stabil di 600.000 ton lepas dari festival Diwali, maka akan memberikan kestabilan yang baik hingga akhir tahun. Sekadar mengingatkan, India telah menerapkan tarif bea masuk untuk CPO untuk melindungi produksi minyak nabati dalam negeri. Adapun Gapki mencatat, ekspor CPO India pada Agustus 2018 di 823.340 ton merupakan ekspor bulanan terbesar sepanjang sejarah perdagangan Indonesia dan India, Adapun kondisi pasar minyak nabati dunia saat ini dalam keadaan berlebihan karena panen sawit Indonesia dan Malaysia pada tahun lalu. Tak hanya itu, perang dagang antara China dan Amerika Serikat mempengaruhi penyerapan kedelai produksi AS. Sehingga bahan mentah minyak nabati menjadi berlebihan dan saling menekan harga.
Di sisi lain, Wakil Ketua Dewan Masyarakat Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menyampaikan hingga akhir tahun harga sawit masih bakal tertekan ke US$ 470 per ton untuk FOB Dumai. Alasannya, karena pertumbuhan ekspor untuk India dan pasar eksisting belum menunjukkan peningkatan signifikan. Namun demikian, harga di tahun 2019 per Januari bisa berbalik menanjak ke US$ 500 per ton karena perluasan mandatori hingga biodiesel 30%. "Jadi pemakaian sawit kita banyak dan kita harus mulai perhatian ke penambahan kapal transportasi untuk distribusi biodiesel ke titik pencampuran Pertamina," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto