Akhir tahun, pasar obligasi kian semarak



JAKARTA. Sejumlah emiten memanfaatkan momentum sebelum The Fed menaikkan suku suku bunga untuk menerbitkan obligasi korporasi. Akhir bulan ini setidaknya ada obligasi Rp 6,1 triliun yang siap menyerbu pasar.

Teranyar, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk berencana menerbitkan obligasi sebanyak Rp 4,6 triliun. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, instrumen bertajuk Obligasi Berkelanjutan II Bank BRI Tahap I Tahun 2016 tersebut bakal dijajakan dalam lima seri.

Masa penawaran surat utang tersebut berlangsung pada 23 November 2016-28 November 2016. Obligasi Berkelanjutan II Bank BRI Tahap I Tahun 2016 baru akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2 Desember 2016.


Selanjutnya PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) bakal meluncurkan obligasi sebanyak Rp 1 triliun. Masa penawaran obligasi ini berlangsung pada 24, 25, dan 28 November 2016. Obligasi Berkelanjutan II Japfa Tahap I Tahun 2016 akan dicatat di BEI pada 2 Desember 2016.

Adapula PT Impact Pratama Industri Tbk (IMPC) yang berniat menerbitkan obligasi sekitar Rp 500 miliar. Jika tak ada aral melintang, instrumen tersebut bakal dicatatkan di BEI pada 5 Desember 2016.

Desmon Silitonga, Analis Capital Asset Management, menilai, kupon obligasi JPFA yang sebesar 9,25% dan 9,75% cukup menarik. Kendati di bawah rata-rata kupon obligasi korporasi dengan rating dan tenor serupa, surat utang tersebut masih menawarkan imbal hasil sekitar 160 basis poin-230 basis poin di atas yield SUN bertempo serupa. PEFINDO menyematkan rating idA bagi JPFA.

Desmon melihat, sektor poultry masih berprospek cerah di waktu mendatang. Sebab, peningkatan daya beli masyarakat serta perekonomian dalam negeri disinyalir dapat mengerek industri tersebut.

"Konsumsi akan bagus juga. Hal ini baik untuk pendapatan JPFA," papar dia.

Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra berpendapat, obligasi yang ditawarkan BRI juga menarik. Memang besaran kupon yang ditawarkan tipis di atas yield surat utang negara (SUN) bertenor sama. Semisal untuk seri E bertenor 10 tahun dengan kupon 8,9%, hanya 60 bps melebihi yield obligasi pemerintah bertempo serupa.

Kendati demikian, risiko obligasi BRI cukup minim. PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) menyematkan rating terbaik idAAA untuk surat utang tersebut. Industri perbankan sebenarnya dalam tekanan, namun masih mampu mencetak pertumbuhan pendapatan dan net interest margin (NIM) di tengah bayang-bayang membesarnya non performing loan (NPL).

Bersaing dengan SUN

Menurut Made, obligasi besutan IMPC juga cukup atraktif. Besaran kupon yang ditawarkan cukup menggiurkan ketimbang instrumen sejenis yang bakal meluncur dalam waktu dekat.

Imbal hasil tersebut juga lebih tinggi 230 bps dibandingkan yield SUN bertenor sama. Terlebih PEFINDO menghadiahi rating idA- bagi efek anyar tersebut. "Tapi dengan kondisi pasar seperti saat ini, obligasi korporasi justru bersaing dengan obligasi pemerintah dalam memperebutkan dana investor," papar Made.

Volatilitas yang melanda pasar surat utang Indonesia dalam kurun beberapa pekan terakhir sudah mengerek yield SUN ke level yang lebih tinggi. Yield SUN bertenor 10 tahun telah melambung hingga 8,28% per Jumat (25/11).

Walhasil, sebagian investor berpotensi mengalirkan dananya ke obligasi pemerintah yang minim risiko ketimbang obligasi korporasi. Made memprediksi, sepanjang tahun 2016, penerbitan obligasi korporasi berpotensi mencapai Rp 110 triliun.

Cuma, analis menilai harga surat utang bakal merosot di akhir tahun ini. Pemicunya ketidakpastian pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat serta peluang kenaikan suku bunga acuan pada rapat The Fed mendatang.

"Kenaikan yield membuat beberapa korporasi menunda rencana penerbitan obligasi," terangnya. Di akhir tahun 2016, kupon obligasi korporasi bertenor tiga tahun dengan rating idAAA diprediksi mencapai 8,5%–9,25%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie