JAKARTA. Risiko berinvestasi di Indonesia semakin tinggi. Namun, para analis optimistis iklim investasi akan kembali kondusif pada penghujung tahun ini. Kenaikan risiko investasi domestik tercermin pada credif default swap (CDS) Indonesia. Semakin tinggi angka CDS, semakin riskan pula investasi di kawasan tersebut. Sebaliknya, semakin rendah level CDS, maka risiko berinvestasi semakin minim. Mengacu data
Bloomberg, Kamis (23/9) pukul 13.50 WIB, CDS Indonesia tenor lima tahun naik 5,35% ke posisi 263,39. Ini level tertinggi sejak Oktober 2013.
Kondisi serupa terlihat pada CDS tenor 10 tahun yang naik 5,63% ke level 329,37 pada Rabu (23/9). Dibandingkan akhir tahun lalu, angka ini sudah naik sebanyak 42,94%. Ariawan, analis Sucorinvest Central Gani menjelaskan, kenaikan CDS Indonesia masih didominasi ketidakpastian Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang menunda rencana kenaikan suku bunga. Apalagi perekonomian China masih melempem. Asian Development Bank (ADB) telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi China tahun 2015 dari semula 7% menjadi 6,8%. ADB juga memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi China tahun 2016 dari semula 6,8% menjadi 6,7%. “Ketidakpastian China masih tinggi,” ujar Ariawan. Gejolak yang terjadi di Negeri Tembok Besar berimbas pada negara-negara berkembang di Asia, termasuk Indonesia yang sebagian besar ekspornya bergantung pada transaksi komoditas dengan China. Wajar jika imbas negatifnya menjalar ke Indonesia. Lihat saja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Rabu (23/9) turun 2,29% ke 4.244,43. Di pasar spot, rupiah melemah 0,65% ketimbang hari sebelumnya menjadi Rp 14.646,5 per dollar AS. Harapan akhir tahun Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management, Anil Kumar menuturkan, kenaikan CDS tidak hanya dialami Indonesia, namun juga negara berkembang seperti Thailand, Malaysia hingga Filipina. Investor khawatir terhadap ekonomi negara-negara berkembang akibat ketidakpastian global. Agar CDS Indonesia membaik, Anil menjabarkan sejumlah faktor yang bisa digenjot pemerintah. Pertama, memperbanyak investor domestik di surat utang negara (SUN) berdenominasi dollar AS. Kedua, transparansi kepemilikan dalam SUN berdenominasi dollar AS. Ketiga, pemerintah rajin mengomunikasikan kemajuan dan perkembangan ekonomi dalam negeri kepada investor lokal maupun asing. “Karena kondisi global tidak bisa dikontrol, kita harus memperkuat lokal dengan membangun kepercayaan pasar. Bisa dibuktikan dengan tren kenaikan produk domestik bruto, inflasi terjaga,” jelasnya. Ariawan optimistis, CDS Indonesia akan membaik di akhir tahun ini, asalkan perekonomian semester kedua membaik. Tak lupa, penyerapan anggaran belanja pemerintah juga harus dipercepat guna menstimulus ekonomi. Selain itu, inflasi yang diprediksi sesuai target dapat menjadi stimulus positif bagi CDS Indonesia. Inflasi dalam negeri per Agustus 2015 tercatat 0,39%. Banyak pihak optimistis target inflasi domestik sepanjang tahun 2015 yang dipatok 4% (±1%) dapat terwujud. “Cadangan devisa per 21 September 2015 sebesar US$ 103 miliar juga masih cukup menahan pelemahan rupiah,” imbuh Ariawan. Prediksinya, akhir tahun ini, CDS Indonesia tenor lima tahun akan bertengger di kisaran 200. Sedangkan CDS 10 tahun pada level 270.
Jika pemerintah berhasil meyakinkan pelaku pasar, Anil yakin, CDS lima tahun dan CDS 10 tahun masing-masing akan di level 200 dan 250 pada akhir tahun ini. Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto bahkan lebih optimistis. Ia menduga, CDS lima tahun bisa turun ke level 150 pada tutup tahun ini. Ini dengan pertimbangan, BI rate akan tetap di level 7,5%, inflasi inti sebesar 4,8% pada kuartal IV, serta rupiah masih di Rp 14.500 per dollar AS pada kuartal IV-2015. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto