KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno akhirnya menandatangani akta pengalihan saham seri B milik Negara sebesar 56,96% di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk kepada PT Pertamina (Persero). Dengan ditekennya akta tersebut, maka
holding BUMN migas resmi terbentuk dengan Pertamina sebagai induk perusahaan (
holding) dan PT PGN Tbk sebagai anggota holding. Pembentukan
holding BUMN migas ini sesuai arahan Presiden pada Oktober 2016 yang dituangkan dalam Roadmap Pengembangan BUMN yang telah dikoordinasikan dengan berbagai pihak terkait. Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media F. Harry Sampurno mengatakan, setelah akta
holding diteken, langkah selanjutnya adalah proses integrasi PT Pertagas yang merupakan anak usaha Pertamina ke PGN.
Sehingga PGN akan menjadi
sub-holding gas di bawah Pertamina. Tim gabungan dari Pertamina dan PGN terus menuntaskan rencana integrasi dimaksud dengan sasaran tercapainya konsolidasi keuangan yang sehat dan
tax planning yang optimal. "Dengan masuknya PT Pertagas ke PGN maka PGN akan menjadi pengelola midstream sampai distribusi dan niaga gas,” kata Harry di Jakarta Rabu (11/04). Harry menjelaskan, Menteri BUMN juga telah menyetujui perubahan anggaran dasar Pertamina terkait perubahan atau peningkatan modal dan menyetujui pula integrasi PT Pertagas ke dalam PGN. Beberapa pertimbangan yang disampaikan Direksi Pertamina dalam mengintegrasikan Pertagas ke dalam PGN antara lain, lini bisnis yang sama dalam hal transportasi dan niaga gas, terdapat potensi penghematan biaya operasional dan
capex karena hilangnya tumpang tindih dalam pengembangan infrastruktur, dapat menciptakan infrastruktur gas yang terintegrasi, menciptakan kinerja keuangan konsolidasi yang sehat, memperkuat struktur permodalan PGN sehingga membuka ruang untuk meningkatkan kapasitas utang untuk pengembangan bisnis gas dan meningkatkan setoran dividen serta pajak kepada negara. Terkait dengan terlewatinya batas waktu 60 hari penandatanganan Akta Pengalihan Saham, sebagaimana dipersyaratkan pada keputusan RUPS Luar Biasa PGN pada 25 Januari 2018 lalu, menurut Harry keputusan tersebut akan dikukuhkan kembali pada RUPS Tahunan PGN pada 26 April 2018 mendatang. Dengan demikian, terlewatinya batas waktu 60 hari dimaksud bukan berarti
holding BUMN migas batal.
"Sebab, terbentuknya
holding BUMN migas secara hukum terjadi saat dilakukannya penandatanganan Akta Pengalihan Saham dimana seluruh hak-hak Negara RI selaku pemegang 56,96% saham Seri B di PGN secara hukum telah beralih kepada Pertamina," tegas Harry. Harry menegaskan perubahan nama PGN dengan menghilangkan kata “Persero” semata-mata merupakan aspek administratif. PGN akan tetap diperlakukan sama dengan BUMN lainnya untuk hal-hal yang sifatnya strategis. Dengan begitu, negara tetap memiliki kontrol terhadap PGN, baik secara langsung melalui kepemilikan saham Seri A Dwiwarna, maupun secara tidak langsung melalui Pertamina selaku induk, seperti diatur dalam PP 72 Tahun 2016. "Hal strategis, seperti perubahan Anggaran Dasar, dan pengusulan pengurus perusahaan, masih harus dengan persetujuan saham dwiwarna, apalagi jika melakukan perubahan struktur modal atau
right issue tentu harus dengan persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam PP 72/2016," pungkas Harry. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi