JAKARTA. Pemerintah telah berhasil menancapkan tonggak sejarah dalam pengelolaan laut Indonesia. Dalam rapat Paripurna, Senin (29/9), Rancangan Undang-undang (RUU) Kelautan disahkan menjadi UU Kelautan. Untuk pertamakalinya, Indonesia memiliki UU Kelautan setelah 69 tahun merdeka. "Apakah dapat disetujui untuk dapat disahkan menjadi Undang-undang?" tanya Mohamad Sohibul Iman, kepada anggota dewan yang hadir. "Setuju," jawab anggota dewan kompak.
Dalam sambutannya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo mengatakan, UU Kelautan ini merupakan produk hukum pertama yang dihasilkan DPR RI bersama Pemerintah dan DPD RI. UU Kelautan, sebut Sharif diharapkan dapat menegaskan identitas Indonesia sebagai Negara Kepulauan, yang berciri nusantara dan maritim. Menurut Sharif, RUU Kelautan yang baru saja disetujui paripurna DPR ini telah melampaui rentang waktu panjang. Inisiatif pembentukan UU Kelautan sudah digulirkan sejak zaman pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid. Dalam perkembangannya inisiatif ini sempat terhenti terkait kewenangan legislasi DPD. Namun, setelah putusan Mahkamah Konstitusi no.92/PUU/X/2012 yang menetapkan bahwa DPD dapat mengajukan RUU, maka DPD kembali melanjutkan pembahasan RUU Kelautan. Pada akhirnya, dalam rapat Paripurna Senin malam, RUU Kelautan disahkan sebagai UU Kelautan. "Kehadiran UU Kelautan sangat diperlukan agar kebijakan nasional pengelolaan laut terintegrasi, dan saya tegaskan bahwa UU ini tidak tumpang tindihnya dengan peraturan yang sudah ada," tegas Sharif.
Lebih lanjut Sharif mengatakan, UU Kelautan penting bagi bangsa Indonesia karena dua alasan. Pertama, Indonesia merupakan penggagas konsepsi Negara Kepulauan berciri nusantara. Kedua, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia sudah barang tentu mengandung potensi ekonomi, keanekaragaman hayati, dan budaya bahari. "Oleh sebab itu, keberadaan UU Kelautan ini menjadi sangat urgen bagi bangsa Indonesia," ujar dia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, potensi ekonomi kelautan Indonesia diperkirakan mencapai 1,2 triliun dollar AS per tahun. Potensi ekonomi tersebut dibagi empat kelompok, yakni SDA terbarukan, SDA tak terbarukan, energi kelautan, serta jasa lingkungan (environmental services). (Estu Suryowati) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie