Akhirnya, Premium dan Solar Bersubsidi Turun Juga



JAKARTA. Setelah menuai kritik karena sangat lamban, akhirnya pemerintah mau juga menurunkan harga Premium dan Solar bersubsidi. Penurunan ini berlaku sejak Senin (15/12) pukul 00.00 WIB dini hari tadi.

Harga terbaru Premium menjadi Rp 5000 per liter, turun Rp 500 dari harga sebelumnya sebesar Rp 5.500. Sedangkan harga Solar turun sebesar Rp 700 menjadi Rp 4.800 per liter. "Jika dihitung sejak 1 Desember, Premium sudah turun sebesar Rp 1.000," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat mengumumkan harga baru Premium dan Solar di Istana Merdeka, Minggu (14/12) sore.

Pada 1 Desember lalu, pemerintah memang menurunkan harga Premium bersubsidi dari harga Rp 6.000 per liter menjadi Rp 5.500. Penurunan lagi pada hari ini tentu menjadi kejutan, karena sebelumnya, Presiden menyatakan baru akan mengumumkannya penurunan harga Premium dan Solar pada awal Januari 2009.


Sayangnya, penurunan harga itu masih jauh dari harapan. Pengamat perminyakan Kurtubi menilai, penurunan harga Premium dan Solar seharusnya bisa lebih besar lagi. "Hitungan saya, seharusnya harga Premium dan Solar sama, yaitu sebesar Rp 4.500 per liter," kata Kurtubi.

Penilaian itu menggunakan harga rata-rata minyak dunia yang telah menyentuh harga US$ 45 per barel dan nilai tukar rupiah sebesar Rp 11.000. "Pemerintah terlihat masih khawatir pertemuan OPEC pekan ini bisa mengubah harga minyak dunia," kata Kurtubi.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia M.S. Hidayat juga menilai harga baru Premium dan Solar itu masih di atas harga usulan Kadin. Kadin mengusulkan penurunan solar sebesar Rp 1.000 atau seharga Rp 4.500 per liter. "Namun kami tetap menyambut positif penurunan ini. Pemerintah tentu punya pertimbangan sendiri," kata Hidayat.

Menurut Hidayat, penurunan dua jenis BBM ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mendongkrak daya beli masyarakat. Penurunan ini juga akan membantu industri kecil maupun rumahan. "Seharusnya ongkos angkutan juga turun agar daya beli masyarakat meningkat," ujarnya.

Namun pengusaha angkutan masih menolak menurunkan tarif. Alasannya, harga sukucadang kendaraan mash tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Didi Rhoseno Ardi