Akhirnya, Yusril jawab pertanyaan penyidik



JAKARTA. Tersangka dugaan korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Yusril Ihza Mahendra akhirnya bersedia menjawab pertanyaan penyidik Kejaksaan Agung. Bekas Menteri Hukum dan HAM ini bersedia bekerjasama sama setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagai permohonan uji materi Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pada 23 September lalu.Sebelum menjalani pemeriksaan Jumat (1/10), Yusril mengaku akan menjawab pertanyaan penyidik. “Saya harus konsisten dengan perkataan saya sendiri. Dulu saya katakan saya belum bersedia menjawab pertanyaan substansi karena menunggu putusan Mahkamah Konstitusi,” katanya.Yusril juga akan menunjukkan bukti-bukti yang dimilikinya. Ia berharap usai diperiksa, Kejaksaan Agung mau memeriksa saksi-saksi yang meringankan dirinya agar kasus korupsi itu menjadi terang benderang. Ia berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat menjadi saksi yang meringankan.“Beliau sangat relevan didengar keterangannya. Karena beliau hadir dalam rapat kabinet selaku Menteri Pertambangan dan Energi di masa kabinet Abdurrahman Wahid dan mengetahui proses Sisminbakum,” papar Yusril.SBY memang sempat menjadi Menteri Pertambangan dan Energi di kabinet Persatuan Nasional di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid pada 1999. Menurut Yusril, SBY pernah dua kali mengubah Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negera Bukan Pajak (PNBP) di Departemen Kehakiman dan HAM.Yusril mengungkapkan, SBY pernah menerbitkan peraturan pemerintah yang menyatakan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP pasca majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Romli Atmasasmita pada September 2009 silam. Dengan demikian, Yusril mengatakan, sebelum 2009, biaya akses Sisminbakum bukan termasuk PNBP. "Kalau bukan PNBP dan uang itu tidak disetorkan sebagai PNBP, mengapa kami harus didakwa ke pengadilan?” kata Yusril.Asal tahu saja, dugaan korupsi berasal karena tidak disetorkan biaya akses Sisminbakum ke kas negara sebagai PNBP. Biaya akses tersebut malah masuk ke kocek para petinggi Departemen Hukum dan HAM, Koperasi Karyawan dan PT Sarana Rekataman Dinamika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can