KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekretaris Jenderal Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) Joseph Pangalila menolak jika ada asumsi yang menyatakan bahwa perusahaan konstruksi miliki kans paling besar jadi tersangka korupsi korporasi. "Saya sebenarnya belum tau soal penetapan tersangka korporasi ke Nindya Karya, tapi menurut saya tidak tepat kalau hanya sektor konstruksi yang berpeluang besar melakukan korupsi," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (16/4). Ia menilai, seluruh sektor industri yang menggarap proyek pemerintah punya kans yang sama tersangkut masalah korupsi.
Oleh karenanya, yang perlu ditekankan adalah implementasi prinsip-prinsip
Good Corporate Government (GCG). Ia sendiri mengaku terus mengimbau anggota AKI agar senantiasa menerapkan prinsip GCG tersebut. "Saya rasa kalau nilai-nilai GCG diterapkan, ya tidak akan kena kasus korupsi," sambungnya. Hal senada juga dikatakan oleh Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana, Prasarana Perhubungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ahmad Bambang. Menurut Ahmad penetapan PT Nindya Karya (Persero) sebagai tersangka korupsi korporasi dilakukan atas proyek yang telah lama dikerjakan. Ketika belum ada pengawasan yang ketat. "Proyek yang digarap Nindya Karya kan zaman dulu, di mana
mark-up, bahkan proyek fiktif masih terjadi. Sekarang tentu berbeda karena ada GCG, ada
whistleblower system, ada KP4D, ada KAP yang reputable," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (16/4). Jumat (13/4) lalu KPK menetapkan Nindya Karya bersama PT Tuah Sejati dalam proyek pembangunan dermaga di Sabang, Aceh yang dibiayai APBN sejak 2006-2011. Dua perusahaan ini jadi tersangka ditetapkan jadi tersangka guna mengupayakan pengembalian ganti rugi negara yang diperolehnya dengan nilai Rp 94,58 miliar. Dengan rincian Nindya Karya menerima Rp 44,68 miliar, dan Tuah Sejati senilai Rp 49,90 miliar. Atas hal tersebut, KPK kemudian telah membekukan rekening Nindya Karya dengan nilai Rp 44,68 miliar. Sementara untuk Tuah Sejati telah diamankan dua aset berupa SPBU dan SPBN untuk nelayan dengan nilai Rp 12 miliar, dan sampai saat ini masih ditelusuri aset-aset milik Tuah Sejati lainnya.
Sebelumnya, pada November lalu, KPK juga telah menetapkan perusahaan konstruksi yaitu PT Nusa Konstruksi Enjiniring (DGIK) jadi tersangka korupsi korporasi. Nusa Konstruksi jadi perusahaan pertama yang jadi tersangka korporasi. Nusa Konstruksi jadi tersangka atas kaitannya dengan jejaring korupsi yang dilakukan Mantan Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin. Secara total ada sepuluh proyek yang digarap Nusa Konstruksi. Dua proyek telah diselidiki KPK yaitu rumah sakit infeksi dan pariwisata Universitas Udayana di Bali dan Wisma Atlet di Sumatera Selatan. Atas penetapan tersebut, Nusa Konstruksi telah membayar uang pengganti untuk proyek RS Udayana Rp 14,48 miliar dan Wisma Atlet Rp 33,42 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto