Akibat HET beras, pedagang enggan beroperasi



JAKARTA. Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang ditetapkan pada 18 Juli lalu membuat pedagang beras memilih tidak beroperasi.

Sejak awal pekan ini (24/07), sebagian besar pedagang beras yang berada di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) menutup toko karena terjadi penurunan pengiriman beras dari daerah. Tidak hanya berdampak di Jakarta, daerah lain seperti Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat juga turut merasakan imbas negatif penetapan HET.

Akibat HET beras ini, Partoyo, salah satu penyuplai beras di wilayah Sragen, Jawa Tengah, mengaku sudah hampir 1 minggu tidak beroperasi.


Hal tersebut dilakukan karena terjadi penurunan permintaan beras. Menurutnya banyak pedagang beras yang tidak memahami penetapan HET. "Kami jual Rp 7.800 kg juga tidak ada yang beli. Padahal saya biasanya bisa produksi 10 ton per hari," jelas Partoyo, Kamis (27/7). Bukan hanya Partoyo, hampir 80% pedagang beras di Sragen memilih menutup toko. Hal yang sama pun terjadi di wilayah Medan, Sumatera Utara. Salah satu pedagang beras yang enggan disebutkan namanya, mengaku banyak toko-toko beras yang tutup akibat harga HET yang baru ditetapkan pemerintah.

"Penggilingan-penggilingan di daerah tidak beroperasi karena tidak berani. Belum tahu bagaimana peraturan HET," jelasnya. Ali Sobirin, Kepala Bidang Ketersediaan dan Distribusi Dinas Ketahanan Pangan & Peternakan Jawa Barat mengaku, para pelaku usaha mengaku di Jawa Barat aktivitas perdagangan masih berjalan seperti biasa.

Hanya saja, beberapa penggilingan beras dan petani menahan diri untuk menjual atau membeli beras dalam jumlah yang banyak. Meski sempat terjadi penurunan pembelian, namun Andi Kerkep, salah satu pedagang di Kediri Jawa Timur menjelaskan, aktivitas para pedagang sudah berjalan lancar sejak Kamis (27/11).

Hal yang sama juga disebutkan oleh Sumanto, salah satu pedagang yang berada di Gresik, Jawa Timur. Dia mengatakan, aktivitas para pedagang beras berjalan seperti biasa. Hanya saja, menurut Andi, sampai saat ini masih banyak pedagang yang tidak mengirimkan beras-beras premium ke pasar Induk karena HET dianggap tidak mampu menutupi harga produksi.

Catatan, dalam Peraturan Kementerian Perdagangan No. 47 tahun 2017, disebutkan bahwa HET untuk beras sebesar Rp 9.000 per kg.

Sementara harga acuan untuk pembelian dari petani untuk gabah kering panen adalah Rp 3.700 per kg. Untuk harga beras pembelian dari petani sebesar Rp 7.300 per kg.

Kenyataannya, saat ini banyak petani yang membeli gabah lebih dari harga yang ditetapkan. Berdasarkan pengakuan Pratoyo, harga gabah kering panen di wilayahnya saat ini bisa mencapai Rp 4.500. Menurut para pedagang, mereka berpendapat bahwa HET yang ditetapkan belum bisa menjangkau beras premium. Mereka mengungkap, terdapat ongkos produksi yang lebih besar untuk dapat menghasilkan beras premium.

Untuk biaya produksi saja, pedagang dapat menghabiskan Rp 500 - Rp 550 dari satu kg beras.

"Kalau premium saja brokennya bisa sampai 30%. Biaya produksinya lebih mahal. Paling tidak harga beras untuk yang premium Rp 10.500 lah," jelas Andi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina