JAKARTA. Departemen Kelautan dan Perikanan menghitung kerugian akibat illegal fishing mencapai angka Rp 30 triliun. "Angka itu hitungan resmi kita," ujar Aji Sularso, Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan DKP. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) menargetkan, percepatan pelimpahan penuntutan perkara tindak pidana perikanan ke pengadilan, maksimal dalam waktu satu minggu. "Jadi dengan Kejaksaan Agung hal yang kita tindak lanjuti percepatan perkara. Pada tahap penuntutan sampai P21 itu kita gunakan percepatan waktu," kata Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan DKP, Aji Sularso. Aji menjelaskan bahwa dengan adanya MoU tersebut maka pengajuan perkara tindak pidana khusus perikanan ke pengadilan tidak lagi harus menunggu Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi mendapat mekomendasi dari Jaksa Agung. Hal ini dimungkinkan dengan salinan Surat Pemberitahuan Dilanjutkannya Penyidikan (SPDP) dari penyidik PPNS DKP atau TNI AL kepada Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi langsung dikirimkan pada Kejaksaan Agung, sehingga keputusan Jaksa Agung untuk meneruskan atau tidak kasus tersebut akan lebih cepat diketahui. "Jadi kalau dulu harus bolak-balik dulu baru sampai ke pengadilan, sekarang tidak lagi. Kita punya target maksimal satu minggu pada tahap Kejaksaan sehingga kasus tindak pidana perikanan dapat segera dilimpahkan ke pengadilan," ujar dia. Sebelum adanya perjanjian kerjasama ini, Aji mengatakan, "lubang" yang ada pada proses penuntutan perkara hingga ke pengadilan selalu digunakan oleh pelaku pencurian ikan untuk mempraperadilankan tindak pidana perikanan. "Kalau sampai mereka (pencuri ikan) menang sedangkan P21 tidak turun-turun, maka kasus ini tidak bisa diterima," tambah Aji. Hal terakhir yang masih menjadi pekerjaan rumah para penegak hukum untuk melawan pelaku pencurian ikan setelah kerjasama percepatan perkara dengan Kejaksaan Agung, menurut dia, yakni menyamakan persepsi agar keputusan di pengadilan negeri di seluruh Indonesia dapat lebih adil dalam mempertahankan kekayaan laut Indonesia, sehingga mampu memberikan efek jera.
Akibat Illegal Fishing, Indonesia Rugi Rp 30 T
JAKARTA. Departemen Kelautan dan Perikanan menghitung kerugian akibat illegal fishing mencapai angka Rp 30 triliun. "Angka itu hitungan resmi kita," ujar Aji Sularso, Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan DKP. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) menargetkan, percepatan pelimpahan penuntutan perkara tindak pidana perikanan ke pengadilan, maksimal dalam waktu satu minggu. "Jadi dengan Kejaksaan Agung hal yang kita tindak lanjuti percepatan perkara. Pada tahap penuntutan sampai P21 itu kita gunakan percepatan waktu," kata Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan DKP, Aji Sularso. Aji menjelaskan bahwa dengan adanya MoU tersebut maka pengajuan perkara tindak pidana khusus perikanan ke pengadilan tidak lagi harus menunggu Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi mendapat mekomendasi dari Jaksa Agung. Hal ini dimungkinkan dengan salinan Surat Pemberitahuan Dilanjutkannya Penyidikan (SPDP) dari penyidik PPNS DKP atau TNI AL kepada Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi langsung dikirimkan pada Kejaksaan Agung, sehingga keputusan Jaksa Agung untuk meneruskan atau tidak kasus tersebut akan lebih cepat diketahui. "Jadi kalau dulu harus bolak-balik dulu baru sampai ke pengadilan, sekarang tidak lagi. Kita punya target maksimal satu minggu pada tahap Kejaksaan sehingga kasus tindak pidana perikanan dapat segera dilimpahkan ke pengadilan," ujar dia. Sebelum adanya perjanjian kerjasama ini, Aji mengatakan, "lubang" yang ada pada proses penuntutan perkara hingga ke pengadilan selalu digunakan oleh pelaku pencurian ikan untuk mempraperadilankan tindak pidana perikanan. "Kalau sampai mereka (pencuri ikan) menang sedangkan P21 tidak turun-turun, maka kasus ini tidak bisa diterima," tambah Aji. Hal terakhir yang masih menjadi pekerjaan rumah para penegak hukum untuk melawan pelaku pencurian ikan setelah kerjasama percepatan perkara dengan Kejaksaan Agung, menurut dia, yakni menyamakan persepsi agar keputusan di pengadilan negeri di seluruh Indonesia dapat lebih adil dalam mempertahankan kekayaan laut Indonesia, sehingga mampu memberikan efek jera.