Akibat pasokan gas seret, produksi industri keramik 2010 tidak mencapai target



JAKARTA. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) menargetkan produksi keramik sebesar 267 juta meter persegi (m2) tahun lalu. Namun, hingga penghujung 2010, produksi keramik hanya mencapai 243 juta meter persegi, atau lebih rendah 0,98% dari target awal.Menurut Ketua Umum ASAKI Achmad Widjaja, penyebab tidak tercapainya target 2010 adalah industri keramik kekurangan pasokan gas sehingga produksi tidak maksimal.“Kalau pasokan gas masih dipotong pada tahun 2011 maka produksi terpaksa dikurangi,” katanya kepada KONTAN pekan lalu.Gas bumi dapat dikatakan sebagai satu-satunya bahan bakar utama dalam proses produksi keramik. PT. Perusahaan Gas Negara (persero) Tbk, merupakan satu-satunya pemasok gas ke Industri Keramik. Kebutuhan Gas untuk industri keramik hingga 2010 mencapai 137.70 MMSCFD.Berdasarkan data ASAKI, total produksi keramik Indonesia hingga 30 Juni 2010 mencapai 277.9 Mio M2. Perinciannya adalah total terjual untuk kebutuhan domestik sebesar 209.84 Mio M2 dan untuk ekspor sebesar 19.12 Mio M2. Omzet yang diperoleh untuk pasar domestik sebesar US$ 8,81 dan untuk ekspor sebesar US$ 88.71. Sementara data impor keramik sebesar 6.87 Mio M2 dan konsumsi perkapita 1,2 m2.Pada tahun 2010, kapasitas terpasang untuk produksi Tile sebesar 327 juta m2, lebih tinggi 28% dari 2009 sebesar 277.9 m2. Untuk produksi Tableware sebesar 268 juta unit, lebih tinggi 27% dari 2009 sebesar 211.7 unit. Dan produksi Sanitari sebesar 4.6 juta unit, lebih tinggi 0.9% dari tahun 2009 sebesar 4.2 juta unit.“Industri keramik akan dapat tumbuh dan berkembang pesat dengan kepastian pasokan gas dan harga, sebagaimana industri keramik masih merupakan industri anak bangsa yang tentunya layak diberi perhatian,” ujar Achmad.Menurut Achmad, jaminan terhadap pasokan bahan baku gas yang merupakan satu-satunya bahan bakar akan dapat meningkatkan produksi industri keramik nasional. Tentu saja dengan kekurangan bahan pasokan, industri keramik akan dipacu untuk melakukan efisiensi, apalagi dengan biaya produksi yang kian meningkat. Dengan efisiensi, produksi keramik akan mampu bersaing terutama dengan China sebagai produsen keramik dengan biaya produksi rendah.Kalau beban biaya produksi masih tinggi, dengan biaya energi 30% terhadap total biaya produksi, tentu saja akan semakin mengancam industri keramik nasional. Akibatnya, produksi keramik nasional tidak kompetetif dengan negara-negara lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini