Akselerasi permintaan listrik jadi pekerjaan rumah Menteri ESDM



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kurang lebih sekitar tiga tahun tersisa bagi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  Arifin Tasrif usai menjabat sejak 2019 lalu. Sektor ketenagalistrikan kini dihadapkan pada situasi oversupply. Hal ini pun berdampak pada minat investasi.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran, Yayan Satyaki, mengungkapkan, para investor sejatinya mengharapkan return of investment yang baik. Kondisi ini sulit tercapai dengan demand listrik yang masih rendah.

Untuk itu, perlu ada langkah perbaikan demand listrik. Sejumlah upaya yang dapat dilakukan yakni menggenjot penggunaan listrik di sektor industri serta transportasi publik. "(Mendorong) transportasi publik berbasis listrik di Pulau Jawa dan Bali," kata Yayan kepada Kontan, Kamis (14/10).


Yayan melanjutkan, dengan kebijakan pajak karbon pada PLTU yang direncanakan akan mulai diterapkan pada 2022 mendatang maka menjadi potensi untuk mendorong konsumsi listrik sektor industri. Menurutnya, ada kesempatan untuk menghadirkan energi listrik yang lebih ramah lingkungan.

Baca Juga: Kenaikan harga batubara sokong kinerja Bukit Asam (PTBA), simak rekomendasi sahamnya

Sebelumnya, Ketua Umum APLSI Arthur Simatupang mengungkapkan, perlu ada kepastian hukum dan juga akselerasi demand listrik mengingat tingkat suplai dan demand yang belum berimbang saat ini. "Perlu dua-duanya. Masih perlu peningkatan insentif agar investasi meningkat," terang dia kepada Kontan.co.id, Senin (11/10).

Sekedar informasi, merujuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, maka kebutuhan investasi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Independent Power Producer bakal mencapai Rp 128,7 triliun per tahun.

Jika dirinci maka PLN diperkirakan bakal membutuhkan investasi rata-rata Rp 72,4 triliun per tahun untuk proyek ketenagalistrikan dalam kurun 2021 hingga 2030. Sementara investasi oleh swasta sebesar Rp 56,3 triliun.

Arthur menjelaskan, pemberian insentif dapat berupa subsidi, tax break atau bantuan percepatan perizinan serta proses tender yang cepat dan efisien serta tidak birokratis. "Bisa macam-macam tergantung dari kebijakan dan instrumen yang diberikan pemerintah," jelasnya.

Arthur menambahkan, pemberian insentif ini pun sebaiknya dimuat dalam regulasi khusus. Ini juga sebagai langkah memberi kepastian hukum bagi investor.

Selanjutnya: Pasokan menipis, harga gas alam sudah melesat 120% di tahun ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli