Akses Data NIK Dikenakan Biaya, Pengamat Ingatkan Transparansi Penggunaan Anggaran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menerapkan aturan akses data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dikenakan biaya Rp 1.000 per NIK. Biaya ini nantinya akan menjadi penerimaan negara dari sektor non pajak atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2023 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 27 Februari 2023 lalu. 

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahardiansyah mengingatkan agar aspek transparansi dalam pungutan dan penggunaan anggaran dari NIK tersebut. Menurutnya,  pemerintah nantinya perlu melaporkan kepada publik bagaimana penggunaan biaya yang dikumpulkan ini. 


Baca Juga: PP 10/2023 Berlaku, Dukcapil Kemendagri Pungut PNBP Bagi Lembaga Profit

"Negara selama ini selalu memberikan pungutan namun sering melupakan aspek transparansi, ini menggerus kepercayaan masyarakat," kata Trubus pada Kontan.co.id, Rabu (5/4). 

Selain itu, dengan adanya pungutan biaya, pemerintah sudah sewajibnya memberikan jaminan perlindungan ganda agar data NIK tidak bocor. 

Trubus juga meminta agar Dirjen Dukcapil sebagai perwakilan pemerintah terkait urusan NIK dapat menertibkan perilaku ASN nya untuk tidak menyalahgunakan wewenangnya. Menurutnya. pemerintah perlu memberikan sangsi yang tegas dalam perkara ini. 

"Jangan sampai nanti ada kasus terkait Jual beli data NIK yang dilakukan ASN. Masalahnya kecenderungan ya data seperti ini mudah jadi bancakan korupsi," tutur Trubus. 

Baca Juga: Sudah Resmi, Akses Data NIK Kini Dikenakan Biaya Rp 1.000

Sebelumnya, Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan (FPD2K) AS Tavipiyono mengatakan pertimbangan dasar penerapan tarif NIK atau jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan melalui PNBP ini adalah untuk menjaga sistem Dukcapil tetap hidup. 

Sektor usaha yang dibebankan tarif NIK adalah lembaga sektor swasta yang bersifat profit oriented atau mencari laba, seperti perbankan, asuransi, pasar modal, dan sekuritas. 

"Untuk kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan, RSUD semuanya ditetapkan tarif 0 rupiah atau gratis," kata Tavip 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .