Selama ini, Indonesia begitu bangga dengan predikat yang diberikan oleh beberapa lembaga pemeringkat internasional sebagai negara tujuan investasi. Namun faktanya, aksi buruh yang kian marak membuat beberapa investor berniat hengkang.Aksi buruh yang marak belakangan ini telah memakan korban. Beberapa perusahaan manufaktur berniat menutup produksinya dan bakal merelokasi pabrik ke luar negeri. Pelbagai isu seperti tenaga alih daya (outsourcing) dan penentuan upah minimum membuat pengusaha resah.Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat, ada 10 perusahaan asing yang berniat hengkang gara-gara masalah buruh ini. Dengan alasan melindungi, Apindo menyebutkan inisial enam perusahaan di antaranya. Mereka adalah PT S (pabrik kabel asal Indonesia), PT BHI (pabrik plastic injection asal Korea), PT DGW (pabrik agrochemicals asal China), PT TP (pabrik printing dan packaging asal Jepang), PT SPI (pabrik suku cadang sepeda motor asal Korea), dan PT P (pabrik alat berat untuk pertambangan asal Jepang).Apindo memperkirakan, jika keenam perusahaan ini hengkang, total nilai investasi yang hilang mencapai US$ 100 juta. “Saat ini, enam perusahaan itu sudah tutup. Masih kita cegah supaya tidak keluar, tapi susah sekali,” kata Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi.Ada empat perusahaan lain yang tengah mempertimbangkan keluar dari Indonesia. Mereka antara lain PT Chang Shin Indonesia yang memproduksi sepatu merek Nike, PT Samsung Electronic Indonesia, dan PT Sepatu Bata. Kalau pun tak jadi keluar, mereka memutuskan untuk menunda investasi baru di negeri ini.Demonstrasi buruh Pilihan untuk merelokasi pabrik dari Indonesia bukan tanpa perhitungan. Mereka menilai, situasi hubungan industrial terkini sudah tidak kondusif. David Yaori, pemilik PT DGW, memutuskan menutup perusahaannya bulan lalu lantaran tuntutan penghapusan tenaga alih daya dan kenaikan upah yang berlarut-larut. “Buruh memaksa dengan menghalangi produksi,” katanya.Memaksakan tuntutan melalui demonstrasi dan mogok kerja juga dilakukan oleh serikat pekerja di pabrik sepatu asal Ceko, PT Sepatu Bata. Ketika tuntutan tak dipenuhi, buruh menggembok pintu gerbang pabrik dari luar. Pabrik yang berlokasi di Purwakarta itu pun terpaksa berhenti beroperasi selama tiga minggu terakhir.Bagi pengusaha, aksi demonstrasi buruh seperti itu cukup meresahkan. Selain mengganggu proses produksi, aksi itu juga kerap diikuti dengan perusakan fasilitas pabrik, seperti pintu gerbang, klinik atau kantor. Repotnya, aparat keamanan yang berjaga tidak bisa berbuat banyak.Ketidakpastian hukum dan tak adanya jaminan keamanan bagi investor memang mengkhawatirkan. Maklum, saat ini, Indonesia tengah dipandang sebagai tujuan investasi yang menarik. Di tengah kelesuan ekonomi dunia, ekonomi Indonesia masih tumbuh stabil sehingga tetap menarik di mata investor.Pemerintah melihat, jika benar banyak investor bakal hengkang, itu merupakan masalah serius. Tapi, Chatib Basri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), mengaku belum menerima laporan soal perusahaan asing yang mau hengkang. Bagi perusahaan asing, upah buruh bukan masalah besar. “Banyak perusahaan sudah menerapkan di atas upah minimum,” katanya. Pengusaha ingin membuat solusi tegas agar persoalan ini tidak berlarut-larut. “Jangan sampai momentumnya hilang,” tegas Sofjan. ***Sumber : KONTAN MINGGUAN 07 - XVII, 2012 Laporan Utama
Aksi buruh ancam pengusaha
Selama ini, Indonesia begitu bangga dengan predikat yang diberikan oleh beberapa lembaga pemeringkat internasional sebagai negara tujuan investasi. Namun faktanya, aksi buruh yang kian marak membuat beberapa investor berniat hengkang.Aksi buruh yang marak belakangan ini telah memakan korban. Beberapa perusahaan manufaktur berniat menutup produksinya dan bakal merelokasi pabrik ke luar negeri. Pelbagai isu seperti tenaga alih daya (outsourcing) dan penentuan upah minimum membuat pengusaha resah.Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat, ada 10 perusahaan asing yang berniat hengkang gara-gara masalah buruh ini. Dengan alasan melindungi, Apindo menyebutkan inisial enam perusahaan di antaranya. Mereka adalah PT S (pabrik kabel asal Indonesia), PT BHI (pabrik plastic injection asal Korea), PT DGW (pabrik agrochemicals asal China), PT TP (pabrik printing dan packaging asal Jepang), PT SPI (pabrik suku cadang sepeda motor asal Korea), dan PT P (pabrik alat berat untuk pertambangan asal Jepang).Apindo memperkirakan, jika keenam perusahaan ini hengkang, total nilai investasi yang hilang mencapai US$ 100 juta. “Saat ini, enam perusahaan itu sudah tutup. Masih kita cegah supaya tidak keluar, tapi susah sekali,” kata Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi.Ada empat perusahaan lain yang tengah mempertimbangkan keluar dari Indonesia. Mereka antara lain PT Chang Shin Indonesia yang memproduksi sepatu merek Nike, PT Samsung Electronic Indonesia, dan PT Sepatu Bata. Kalau pun tak jadi keluar, mereka memutuskan untuk menunda investasi baru di negeri ini.Demonstrasi buruh Pilihan untuk merelokasi pabrik dari Indonesia bukan tanpa perhitungan. Mereka menilai, situasi hubungan industrial terkini sudah tidak kondusif. David Yaori, pemilik PT DGW, memutuskan menutup perusahaannya bulan lalu lantaran tuntutan penghapusan tenaga alih daya dan kenaikan upah yang berlarut-larut. “Buruh memaksa dengan menghalangi produksi,” katanya.Memaksakan tuntutan melalui demonstrasi dan mogok kerja juga dilakukan oleh serikat pekerja di pabrik sepatu asal Ceko, PT Sepatu Bata. Ketika tuntutan tak dipenuhi, buruh menggembok pintu gerbang pabrik dari luar. Pabrik yang berlokasi di Purwakarta itu pun terpaksa berhenti beroperasi selama tiga minggu terakhir.Bagi pengusaha, aksi demonstrasi buruh seperti itu cukup meresahkan. Selain mengganggu proses produksi, aksi itu juga kerap diikuti dengan perusakan fasilitas pabrik, seperti pintu gerbang, klinik atau kantor. Repotnya, aparat keamanan yang berjaga tidak bisa berbuat banyak.Ketidakpastian hukum dan tak adanya jaminan keamanan bagi investor memang mengkhawatirkan. Maklum, saat ini, Indonesia tengah dipandang sebagai tujuan investasi yang menarik. Di tengah kelesuan ekonomi dunia, ekonomi Indonesia masih tumbuh stabil sehingga tetap menarik di mata investor.Pemerintah melihat, jika benar banyak investor bakal hengkang, itu merupakan masalah serius. Tapi, Chatib Basri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), mengaku belum menerima laporan soal perusahaan asing yang mau hengkang. Bagi perusahaan asing, upah buruh bukan masalah besar. “Banyak perusahaan sudah menerapkan di atas upah minimum,” katanya. Pengusaha ingin membuat solusi tegas agar persoalan ini tidak berlarut-larut. “Jangan sampai momentumnya hilang,” tegas Sofjan. ***Sumber : KONTAN MINGGUAN 07 - XVII, 2012 Laporan Utama