Aksi jual aset Pertamina, Pengamat : Semoga bisa dikaji kembali



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertamina menjadi sorotan akibat aksi korporasi yang disetujui Menteri BUMN, Rini Soemarno. Namun, keputusan tersebut dinilai terlalu cepat dilakukan.

"Saya kira harus ada kajian mendalam terlebih dulu, bahkan kalo perlu Pertamina juga harus blak-blakan bicara soal kondisi keuangannya," kata Kepala Studi Energi Universitas Indonesia, Iwa Garniwa saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (20/7).

Iwa menambahkan, ada dua alasan yang mendasari perusahaan melakukan penjualan aset, yakni kondisi keuangan yang tidak sehat atau aset tersebut telah dianggap tidak bernilai oleh perusahaan. Namun, tambahnya, kondisi yang berkembang saat ini mengindikasikan kondisi keuangan Pertamina yang tengah krisis.


"Pertamina sebagai BUMN, dituntut harus menyediakan bahan bakar dan gas untuk masyarakat dengan harga yang diatur pemerintah, sementara harga dunia tengah melonjak, rupiah tidak stabil, mungkin memang ini langkah terbaik jika kondisi keuangannya sedemikian parah," terang Iwa.

Belum lagi, aturan BBM Satu Harga yang dibebankan Pertamina. Iwa menilai Pertamina mengeluarkan beban biaya distribusi yang cukup besar untuk daerah-daerah 3T (Terluar, Terdepan dan Tertinggal) sementara harga yang dijual sama seperti harga di Pulau Jawa.

"Pemerintah setidaknya harus ikut bertanggungjawab dengan kondisi Pertamina saat ini, jika aset-aset tersebut jatuh ke swasta, efek jangka panjangnya yang akan berbahaya," jelasnya lagi. 

Terpuruknya kondisi keuangan Pertamina diyakini Iwa karena membengkaknya beban operasional, sementara sebagai perusahaan, Pertamina juga butuh pemasukan.

Iwa mengkhawtirkan, aset hulu yang di-share down akan mengakibatkan pasokan bahan bakar minyak di Indonesia terganggu. Akibatnya, bisa saja terjadi kelangkaan bahkan harga yang tidak terkontrol. "Saya harap ada kajian lebih sehingga Pertamina tidak perlu lakukan ini," ucap Iwa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .