Aksi jual melanda bursa global dan Asia, apa yang terjadi?



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pada transaksi tadi malam, pasar saham Amerika Serikat benar-benar tak bertenaga. Mengutip data CNBC, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 1.175,21 poin atau 4,6% menjadi 24.345,75. Penurunan dalam juga dialami indeks S&P 500 sebesar 113,19 poin atau 4,10% menjadi 2.648,94. Demikian pula dengan indeks Nasdaq yang berakhir turun 273,42 poin atau 3,78% menjadi 6.967,53.

Analis menilai, hal pertama yang diketahui mengenai pasar global tadi malam adalah aksi jual yang terjadi bukanlah disebabkan oleh faktor-faktor fundamental. Pasalnya, tidak ada berita apapun yang mendorong penurunan pasar saham AS.

Sebaliknya, market memiliki pemikiran tersendiri di mana sentimen dan kemungkinan adanya perdagangan yang diprogram oleh komputer menyebabkan kegelisahan di Wall Street. Kecemasan ini juga dipicu oleh sejumlah isu, dengan kekhawatiran terbesar terkait dengan kenaikan suku bunga acuan.


"Kepanikan sudah mulai merajai pasar, yang merupakan sesuatu luar biasa saat Anda benar-benar memikirkannya. S&P diperdagangkan di posisi yang sama pada Desember. Jadi, ini tidak seperti kita kembali lagi ke posisi seluruh 12 bulan terakhir. Saya pikir investor hanya merasa gugup dan hal itu bisa dipahami," jelas Michael Yoshikami, CEO Destination Wealth Management.

Sejumlah analis lain menuding The Federal Reserve sebagai penyebab utama anjloknya pasar saham, atau setidaknya pihak yang mendorong iklim aksi jual.

Seperti yang diketahui, bank sentral AS mencatat bahwa tingkat inflasi mulai meningkat. Hal ini membuat market siaga. Apalagi pada Jumat (2/2) lalu, data pemerintah AS juga menunjukkan rata-rata pendapatan pekerja AS per jam naik 2,9% pada Januari, yang merupakan indikasi pemulihan ekonomi tercepat di Negeri Paman Sam.

Dengan membaiknya data ekonomi AS, pikiran investor langsung tertuju pada kebijakan bank sentral yang agresif dan prospek kenaikan suku bunga yang lebih cepat.

"Saya tidak khawatir dengan pergerakan ini. Ini semua merupakan gerakan the Fed. Jika Anda pikir tidak ada inflasi, pasti Anda juga berpikir the Fed tidak akan agresif. Aksi jual di pasar saham ini harus dibeli," papar Joe LaVorgna, chief economist for Americas as Natixis seperti yang dikutip dari CNBC.

Menjalar ke Asia

Aksi jual di pasar global juga menjalar ke Asia. Sejumlah indeks acuan di kawasan regional anjlok dalam pada hari ini. Hari ini, indeks Topix ditutup dengan penurunan 4,4%. Sedangkan indeks Nikkei ditutup 4,7%. Pagi tadi, indeks Nikkei sempat anjlok hingga 6,71% atau 1.522,70 poin. Saham-saham otomotif, finansial dan teknologi didera aksi jual besar-besaran. Saham Toyota, misalnya, merosot hingga 4,75%. Saham-saham bluechips Jepang juga tak berdaya. Sebut saja SoftBank Group yang tertekan hingga 7,94% dan Fanuc Manufacturing yang turun 7,86%.

"Ada sejumlah faktor yang menyebabkan market turun, selain koreksi Wall Street," jelas Masaki Motomura, equity strategist Nomura seperti yang dikutip Bloomberg.

Menurut Motomura, penurunan market Jepang juga dipicu oleh pelemahan dollar AS terhadap yen, yang kerap dianggap sebagai safe-haven currency. Catatan saja, nilai tukar dollar berada di level 108,46 pada Selasa pagi.

Di Korea Selatan, indeks Kospi tertekan 1,3%. Saham-saham bluechips teknologi Korsel menyeret penurunan dalam indeks acuan. Saham Samsung Electronics dan SK Hynix turun masing-masing 2,21% dan 1,57% pada transaksi pagi. Sedangkan saham otomotif seperti Hyundai Motor sempat diperdagangkan di zona positif, meski akhirnya jatuh 2,2%.

Kondisi serupa juga dialami indeks S&P/200 Australia yang turun 3,2% hari ini. Sektor energi mencatatkan penurunan terburuk dengan penurunan mencapai 5,1%. Saham-saham energi yang dilanda aksi jual di antaranya Santos turun 5,02% dan Oil Search turun 4,17%.

Indeks Hang Seng Hong Kong juga mengalami kondisi serupa dengan penurunan 4,94% pagi tadi. Di sektor finansial, saham yang mencatatkan penurunan dalam yakni HSBC yang turun 3,14% dan China Construction Bank turun 6,55%.

Sejumlah indeks acuan Asia lainnya juga tak bertenaga. Sebut saja indeks Taiex Taiwan yang turun 5,6%, VN Index Vietnam turun 5,87%, dan indeks KLCI Malaysia turun 2,7%.

Pada pukul 15.03 waktu Tokyo, posisi indeks MSCI Asia Pacific tercatat turun 3,3%, yang merupakan penurunan terbesar sejak Juni 2016.

Pasar saham Selandia Baru hari ini ditutup karena libur nasional.

IHSG juga lunglai

Pada transaksi perdagangan sesi I, tenaga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terkuras habis-habisan. Pada pukul 12.00 WIB, indeks tampak terkapar dengan penurunan 2,47%! Alhasil, posisi terakhir indeks saat ini adalah 6.426,86.

Mengutip data RTI, tak ada satu pun sektor yang berhasil naik. Semua sektor tumbang dengan rata-rata penurunan di atas 2%. Sektor industri dasar mencatatkan penurunan paling dalam yang mencapai 5,09%.

Kendati demikian, Kepala Riset Ekuator Swarna Sekuritas David Sutyanto menilai, koreksi yang terjadi masih  terbilang wajar. Pasalnya, indeks beberapa negara lain di global juga turut turun. Sejauh ini, ia melihat indeks terkoreksi akibat sentimen dari luar negeri.

Namun, David tak menampik terdapat sentimen dalam negeri yang kurang baik. "GDP di kuartal IV-2017 sebenarnya ada perbaikan, tapi overall di tahun 2017 pencapainnya di bawah target," tutur David, Selasa (6/2).

Sementara itu, analis Binaartha Parama Sekuritas M. Nafan Aji melihat, faktor eksternal berupa pelemahan bursa di Wall Street memberikan tekanan hebat untuk IHSG.

"Data US Nonfarm Payroll pada Jumat lalu di atas ekspektasi para pelaku pasar, hal ini memberikan efek pada pelepasan aset di bursa Wall Street dari para pelaku pasar global," ujar Nafan.

Selain itu, lanjut Nafan, penurunan pasar saham juga dipicu aksi pelaku pasar global yang memburu dollar AS yang beberapa hari terakhir tampak menguat.  

"Koreksi IHSG masih cukup wajar mengikuti Dow Jones. Support IHSG untuk pekan ini adalah 6.375 dan resistance di 6.520," tutur Nafan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie