Aksi Jual Wall Street Makin Ramai, Nasdaq, S&P 500 dan Dow Jones Kompak Melemah



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street kembali ditutup melemah tajam setelah aksi jual kembali melanda sektor teknologi. Tekanan datang dari serangkaian kinerja perusahaan yang beragam dan investor yang terus khawatir tentang lonjakan imbal hasil US Treasury serta rencana Federal Reserve untuk melakukan pengetatan moneter cadangan.

Rabu (19/1), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 339,82 poin atau 0,96% menjadi 35.028.65, indeks S&P 500 turun 44,35 poin atau 0,97% ke 4.532,76 dan indeks Nasdaq Composite anjlok 166,64 poin atau 1,15% ke 14.340,26.

Diskresi pada indeks konsumen turun paling besar di antara sektor S&P 500, setelah ambles turun 1,8%. Sedangkan sektor keuangan turun sekitar 1,7%, disusul sektor teknologi yang koreksi 1,4%.


Russell 2000 yang berkapitalisasi kecil melemah 1,6% pada perdagangan sesi ini.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) telah jatuh pada hari Selasa (18/1), dengan Nasdaq anjlok 2,6%, setelah terseret kinerja lemah dari Goldman Sachs dan lonjakan yield US Treasury. Imbal hasil US Treasury turun dari level tertingginya dalam dua tahun pada hari Rabu.

Baca Juga: Wall Street Menguat di Awal Perdagangan Rabu (19/1)

Dengan kinerja kali ini, indeks Nasdaq sudah anjlok 10,7% dari rekor penutupan yang dicetak pada 19 November silam, karena aksi jual besar-besaran jelang penutupan pasar. Koreksi dikonfirmasi ketika indeks ditutup 10% atau lebih di bawah level penutupan rekornya.

Koreksi terakhir Nasdaq terjadi pada awal 2021, ketika indeks teknologi berat turun lebih dari 10% di periode 12 Februari hingga 8 Maret. Ini adalah keempat kalinya dalam dua tahun, sejak pandemi virus corona mengguncang pasar global, sehingga indeks menemukan dirinya dalam koreksi.

Pada perdagangan sesi ini, saham Apple turun 2,1% dan menjadi saham yang paling membebani langkah Nasdaq. Sementara, koreksi saham Tesla dan Amazon juga menyeret indeks.

Pasar saham telah memulai dengan awal yang sulit pada tahun 2022, karena kenaikan cepat dalam yield US Treasury di tengah kekhawatiran The Fed akan menjadi agresif dalam mengendalikan inflasi yang akhirnya memukul saham teknologi dan saham pertumbuhan.

Alhasil, indeks benchmark S&P 500 pun sudah melemah sekitar 5% sepanjang tahun ini.

“Setiap awal pengetatan sering menghasilkan volatilitas yang signifikan dan saya pikir selalu ada risiko bahwa ada kesalahan kebijakan dan itu mengakhiri siklus ekonomi,” kata Kristina Hooper, Chief Global Market Strategist Invesco.

"Jadi kita hanya akan melihat banyak pelemahan.” lanjutnya.

Baca Juga: Langgar Perlindungan Data Pribadi, Uni Eropa Jatuhkan Sanksi ke Amazon dan Whatsapp

Investor menantikan pertemuan kebijakan The Fed yang akan digelar minggu depan untuk kejelasan lebih lanjut tentang rencana bank sentral mengendalikan inflasi.

Data minggu lalu menunjukkan, harga konsumen AS meningkat dengan kuat pada bulan Desember, yang menjadi puncak kenaikan inflasi tahunan terbesar dalam hampir empat dekade.

"Ada cukup banyak kecemasan dalam hal bagaimana tiga hingga enam bulan ke depan akan bermain dengan siklus kenaikan suku bunga yang kemungkinan akan dimulai pada bulan Maret," tambah Michael James, Managing Director of Equity Trading Wedbush Securities di Los Angeles.

Dalam berita perusahaan, saham Procter & Gamble naik 3,4% setelah perusahaan barang konsumsi itu menaikkan perkiraan penjualan tahunannya.

Bank of America Corp melaporkan kenaikan laba kuartalan hingga 30% lebih baik dari perkiraan. Serupa, Morgan Stanley juga melaporkan laba kuartal keempat yang mengalahkan ekspektasi pasar, menyusul hasil yang tidak merata dari bank lain. Saham Bank of America pun naik 0,4%, dan saham Morgan Stanley melesat 1,8%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari