Aksi Kekerasan Semakin Meluas, Inilah Pemicu Kerusuhan yang Terjadi di Prancis



KERUSUHAN PRANCIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron saat ini tengah berjuang untuk mengatasi kerusuhan yang semakin menyebar di negaranya pada hari Kamis (29/6/2023). Aksi kerusuhan di Prancis dipicu oleh penembakan polisi yang mematikan terhadap seorang remaja keturunan Afrika Utara selama pemberhentian lalu lintas di pinggiran kota Paris.

Melansir Reuters, Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin menjelaskan, polisi Prancis telah melakukan 180 penangkapan pada malam kedua kerusuhan, ketika kemarahan publik tumpah ke jalan-jalan di kota-kota di seluruh negeri.

Terkait hal itu, Macron mengadakan pertemuan krisis dengan para menteri senior atas penembakan itu. Sementara, Perdana Menteri Elisabeth Borne menolak seruan dari beberapa lawan politik agar keadaan darurat diumumkan.


Darmanin mengatakan 40.000 petugas polisi pada Kamis akan dikerahkan di seluruh negeri -- hampir empat kali lipat dari jumlah yang dimobilisasi pada hari sebelumnya -- termasuk 5.000 di wilayah Paris dalam upaya meredam kerusuhan. 

“Tanggapan negara harus sangat tegas,” kata Darmanin, berbicara dari kota utara Mons-en-Baroeul di mana beberapa bangunan kota dibakar.

Insiden tersebut telah menimbulkan keluhan lama tentang kekerasan polisi dan rasisme sistemik di dalam lembaga penegak hukum dari kelompok hak asasi manusia dan di pinggiran kota berpenghasilan rendah dengan campuran ras yang mengelilingi kota-kota besar di Prancis.

Baca Juga: Kerusuhan Melanda Prancis, Macron Gelar Pertemuan Darurat

Penembakan remaja berusia 17 tahun, yang diidentifikasi sebagai Nahel, terjadi di Nanterre, di pinggiran barat Paris. Jaksa setempat mengatakan petugas yang terlibat telah diselidiki secara formal atas pembunuhan tersebut.

Di bawah sistem hukum Prancis, kasus ini ditempatkan di bawah penyelidikan formal. 

"Jaksa Penuntut Umum menganggap syarat hukum penggunaan senjata itu belum terpenuhi," kata Pascal Prache, jaksa penuntut, dalam konferensi pers.

Baca Juga: Macron: Eropa Tidak Boleh Terus Bergantung Kepada AS untuk Urusan Militer

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie