KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih di awal tahun 2023, emiten bank sudah ramai menggelar aksi korporasi dengan jenis yang beragam. Mulai dari
stock split, penerbitan
green bond, buyback, hingga menggelar
rights issue. Mengutip catatan Kontan.co.id, PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) akan menggelar
stock split dengan rasio 1:2. Emiten bank plat merah ini juga akan menerbitkan
green bond senilai Rp 5 triliun. Selanjutnya, ada PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) yang kompak akan melakukan pembelian saham kembali alias
buyback. Masing-masing dengan nilai Rp 905 miliar dan Rp 1,5 triliun.
Kemudian, ada aksi
rights issue yang dilakukan oleh emiten bank yang lebih kecil. Seperti PT Bank KB Bukopin Tbk (
BBKP), PT Bank QNB Indonesia Tbk (
BKSW), PT Bank of India Indonesia Tbk (
BSWD) dam PT Bank JTrust Tbk (
BCIC). Kepala Riset Aldiracita Sekuritas Agus Pramono menyoroti maraknya aksi korporasi emiten bank di awal tahun 2023 tak lepas dari sejumlah pertimbangan.
Pertama, memanfaatkan momentum, yang mana saat ini emiten bank masih menjadi primadona saham yang dilirik pasar.
Baca Juga: Kata Analis Phintraco Sekuritas Soal Perbankan Gencar Lakukan Aksi Korporasi Kedua, emiten gencar menghimpun dana untuk bisa memuluskan langkah ekspansi pada tahun ini, atau bertujuan menutupi kebutuhan modal dasarnya. "Tahun lalu pertumbuhan bank tinggi, mungkin beberapa bank perlu mencari dana untuk bisa ekspansi di tahun ini atau memperkuat modalnya," ujar Agus kepada Kontan.co.id, Selasa (7/2). Agus membeberkan, untuk pemecahan nilai nominal saham (
stock split), aksi ini tidak berdampak terhadap fundamental emiten. Tapi langkah ini bisa menjadi strategi agar nantinya investor ritel bisa lebih tertarik untuk masuk mengoleksi saham. "(
Stock split) mengirim pesan dari perusahaan ke investor bahwa manajemen yakin, harga saham itu masih akan reli lagi," kata Agus.
Buyback juga punya pesan serupa, manajemen optimistis prospek kinerja saham dan emiten ke depannya akan positif.
Buyback pun bakal memberikan dampak secara fundamental dengan meningkatkan
earning per share (EPS).
Hanya saja, perlu melihat seberapa banyak porsi saham yang dibeli kembali. Jika dibandingkan kapitalisasi pasar (
market caps) yang besar, bisa jadi efeknya tidak begitu signifikan. Sedangkan untuk
rights issue, Agus menyarankan agar pelaku pasar cermat untuk melihat fundamental emiten, likuiditas saham, dan harga pelaksanaannya. Di tengah pasar saham yang masih volatil, pelaku pasar pun akan lebih selektif. Menurut Agus, kondisi pasar akan menentukan bagaimana minat investor. Agus memprediksi, sekalipun partisipasi investor ritel tidak signifikan, pemegang saham mayoritas akan menyerapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari