JAKARTA. Aksi mogok kerja karyawan PT Jakarta International Container Terminal (JICT) yang berlanjut hingga hari ini, Jumat (4/8) menyebabkan kerugian hingga puluhan miliar bagi para pelaku usaha. Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) bidang Distribusi dan Logistik, Kyatmaja Lookman menyatakan proses bongkar muat jadi terhambat sejak adanya aksi mogok tersebut. "Truk kami antri lama sekali, sampai mengular di jalan tol. Waktu antriannya juga jadi meningkat dua kali lipat. Panjang antriannya mencapai tiga kilometer dari NPCT 1 (New Priok Container Terminal), Cilincing dan Cakung juga sudah stuck," ujar Kyat, saat dihubungi KONTAN, Jumat (4/8). Ia mengungkapkan adanya alternatif pengalihan dengan memberlakukan empat terminal tidak mampu mengatasi kebutuhan bongkar muat para pelaku usaha. Pasalnya, selama ini, sebanyak 70% aktivitas bongkar muat peti kemas berada di JICT. Jika 70% proses bongkar muat peti kemas berada di JICT, maka empat terminal lain hanya mampu memenuhi 30% sisanya. Maka, masing-masing terminal akan menerima beban dua kali lipat dari yang seharusnya. "Jika kapasitas 30% ditambahi beban 70% kapasitas, tidak akan mampu. Terminal lain akan mengalami lonjakan 200% lebih. Mereka tidak mampu menampung aktivitas bongkar muat, krena tidak ada alat dan perlengkapan yang memadai," jelas Kyat. Keempat terminal yang dijadikan alternatif, antara lain Terminal Operasi 3 PT Pelabuhan Tanjung Priok, TPK Koja, New Priok Container Terminal 1 (NPCT1) dan PT Mustika Alam Lestari (MAL). Kyat memaparkan, kerugian terbesar yang dialami para pengusaha truk maupun ekspedisi seperti dirinya lebih kepada hilangnya ritase angkut, sehingga kehilangan kesempatan. Jika sebulan biasanya bisa melakukan 15 kali perjalanan, sekarang maksimal hanya bisa 8 kali perjalanan. "Kalau dihitung-hitung, misal seminggu mogok bisa menghilangkan 2 kali trip. Satu kali trip bisa rata-rata bisa dapat Rp 1,5 juta. Hitunglah jumlah truk yang ada di DKI 20.000. Jumlah kerugian kurang lebih bisa mencapai Rp 60 miliar lah," terang Kyat. Naiknya biaya operasional karena waktu angkut yang dua kali lipat lebih lama juga tak dapat dihindarkan. Meski demikian, Kyat mengaku, mungkin kerugian yang dialami pengusaha truk seperti dirinya tidak seberapa, dibandingkan para pemukiman barang lainnya. Oleh karena itu, Ia berharap, agar permasalahan antara JICT dengan serikat pekerjanya segera diselesaikan, mengingat JICT merupakan obyek vital keluar masuknya barang ekspor maupun impor. "Kita harap agar bisa selesai dengan baik secepatnya, baik antara manajemen JICT ataupun dengan serikat pekerjanya. Karena JICT pelabuhan Priok merupakan obyek vital, akibatnya semua sektor merugi," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Aksi mogok JICT, pebisnis truk rugi puluhan miliar
JAKARTA. Aksi mogok kerja karyawan PT Jakarta International Container Terminal (JICT) yang berlanjut hingga hari ini, Jumat (4/8) menyebabkan kerugian hingga puluhan miliar bagi para pelaku usaha. Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) bidang Distribusi dan Logistik, Kyatmaja Lookman menyatakan proses bongkar muat jadi terhambat sejak adanya aksi mogok tersebut. "Truk kami antri lama sekali, sampai mengular di jalan tol. Waktu antriannya juga jadi meningkat dua kali lipat. Panjang antriannya mencapai tiga kilometer dari NPCT 1 (New Priok Container Terminal), Cilincing dan Cakung juga sudah stuck," ujar Kyat, saat dihubungi KONTAN, Jumat (4/8). Ia mengungkapkan adanya alternatif pengalihan dengan memberlakukan empat terminal tidak mampu mengatasi kebutuhan bongkar muat para pelaku usaha. Pasalnya, selama ini, sebanyak 70% aktivitas bongkar muat peti kemas berada di JICT. Jika 70% proses bongkar muat peti kemas berada di JICT, maka empat terminal lain hanya mampu memenuhi 30% sisanya. Maka, masing-masing terminal akan menerima beban dua kali lipat dari yang seharusnya. "Jika kapasitas 30% ditambahi beban 70% kapasitas, tidak akan mampu. Terminal lain akan mengalami lonjakan 200% lebih. Mereka tidak mampu menampung aktivitas bongkar muat, krena tidak ada alat dan perlengkapan yang memadai," jelas Kyat. Keempat terminal yang dijadikan alternatif, antara lain Terminal Operasi 3 PT Pelabuhan Tanjung Priok, TPK Koja, New Priok Container Terminal 1 (NPCT1) dan PT Mustika Alam Lestari (MAL). Kyat memaparkan, kerugian terbesar yang dialami para pengusaha truk maupun ekspedisi seperti dirinya lebih kepada hilangnya ritase angkut, sehingga kehilangan kesempatan. Jika sebulan biasanya bisa melakukan 15 kali perjalanan, sekarang maksimal hanya bisa 8 kali perjalanan. "Kalau dihitung-hitung, misal seminggu mogok bisa menghilangkan 2 kali trip. Satu kali trip bisa rata-rata bisa dapat Rp 1,5 juta. Hitunglah jumlah truk yang ada di DKI 20.000. Jumlah kerugian kurang lebih bisa mencapai Rp 60 miliar lah," terang Kyat. Naiknya biaya operasional karena waktu angkut yang dua kali lipat lebih lama juga tak dapat dihindarkan. Meski demikian, Kyat mengaku, mungkin kerugian yang dialami pengusaha truk seperti dirinya tidak seberapa, dibandingkan para pemukiman barang lainnya. Oleh karena itu, Ia berharap, agar permasalahan antara JICT dengan serikat pekerjanya segera diselesaikan, mengingat JICT merupakan obyek vital keluar masuknya barang ekspor maupun impor. "Kita harap agar bisa selesai dengan baik secepatnya, baik antara manajemen JICT ataupun dengan serikat pekerjanya. Karena JICT pelabuhan Priok merupakan obyek vital, akibatnya semua sektor merugi," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News