KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bitcoin (BTC) tengah dilanda aksi ambil untung (
profit taking) oleh investor. Harga terkoreksi usai lonjakan historis Bitcoin yang berhasil menembus level psikologis US$100.000 untuk pertama kalinya pada Kamis (5/12) lalu. Mengutip Coinmarketcap, harga Bitcoin terpantau turun sebesar 2,06% dalam 24 jam terakhir ke level US$97.370 pada Selasa (10/12) pukul 15.30 WIB.
Reli bitcoin terhenti sementara, sejalan dengan pasar mulai dilanda aksi profit taking. Lonjakan harga Bitcoin sebelumnya didorong oleh sentimen optimisme terhadap kebijakan pro-kripto yang dijanjikan Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump. Optimisme ini diperkuat oleh pengumuman kebijakan Trump yang menempatkan individu-individu ramah terhadap kripto di posisi strategis, seperti calon Ketua Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) serta Menteri Keuangan.
Di sisi lain, kekhawatiran pasar terhadap potensi distribusi oleh
crypto wallet terkait Mt. Gox juga menambah tekanan. Minggu lalu, Mt. Gox diketahui memindahkan lebih dari US$2 miliar Bitcoin, yang memicu spekulasi akan adanya distribusi koin kepada para kreditor dalam waktu dekat. Perhatian para investor kini beralih ke rilis data inflasi dan indikator ekonomi utama lainnya, yang menjadi kunci keputusan suku bunga Federal Reserve (The Fed) pada pertemuan 18 Desember mendatang. Bitcoin berada di bawah sorotan pasar keuangan dengan tiga indikator ekonomi utama AS pekan ini yang berpotensi mengubah arah pergerakannya. Indeks Harga Konsumen (CPI) yang dijadwalkan rilis pada Rabu dan Kamis, data klaim pengangguran awal diikuti Producer Price Index (PPI) juga akan menjadi perhatian utama investor. Proyeksi menunjukkan ada kenaikan bulanan sebesar 0,3%, sedangkan inflasi inti (
core inflation) diperkirakan stabil di 3,3% secara tahunan (YoY). Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha mengatakan, jika inflasi melebihi ekspektasi, mungkin akan menambah tekanan ke Bitcoin untuk jangka pendek. Sementara jika CPI sesuai atau lebih rendah dari ekspektasi pasar Bitcoin bisa mendapatkan dorongan untuk kembali menguji harga US$100.000. ‘’Data inflasi CPI minggu ini akan menjadi indikator penting,’’ tutur Panji dalam siaran pers, Selasa (10/12). Di samping itu, data ekonomi minggu ini juga sangat penting menjelang pertemuan Federal Reserve (FOMC) pada 18 Desember. Berdasarkan data dari FedWatch, pasar memperkirakan probabilitas sebesar 85,8% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,25%-4,50%. Panji menjelaskan, jika The Fed mengambil sikap hawkish, kita mungkin akan melihat tekanan tambahan pada harga Bitcoin. Sebaliknya, jika inflasi sesuai atau lebih rendah dari ekspektasi, Bitcoin bisa mendapatkan sentimen positif karena pasar akan mengantisipasi kebijakan moneter yang lebih
dovish dari The Fed menjelang tahun 2025. Namun di tengah ketidakpastian, dukungan fundamental untuk Bitcoin tetap solid. MicroStrategy baru-baru ini mengumumkan pembelian tambahan 21.550 BTC senilai $2,1 miliar, dengan rata-rata harga $98.783 per koin.
Ini menunjukkan kepercayaan besar terhadap potensi jangka panjang Bitcoin. Selain itu, arus masuk bersih ke ETF Bitcoin spot di AS mencapai $2,73 miliar pekan lalu, yang menunjukkan minat institusional yang terus meningkat terhadap aset digital ini. Panji mengatakan bahwa investor institusional tetap optimis terhadap prospek Bitcoin, bahkan di tengah volatilitas jangka pendek. "Dalam jangka pendek, investor perlu memantau data ekonomi dengan saksama. Namun, prospek jangka panjang Bitcoin tetap positif, terutama dengan dukungan dari investor institusional dan kebijakan pro-kripto dari pemerintahan Trump," imbuh Panji. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih