Aksi Rights Issue Padat Merayap, Investor Perlu Mencermati Fundamental Emiten



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi korporasi rights issue masih marak di Bursa Efek Indonesia (BEI). Analis memperkirakan pasar masih akan menyerapnya dengan baik.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sampai dengan tanggal 11 November 2022 terdapat 42 perusahaan tercatat yang berada pada pipeline rights issue. Perkiraan total dana yang akan diperoleh melalui rights issue sebesar Rp 39,4 triliun.

Beberapa emiten yang telah mengumumkan aksi rights issue antara lain PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS), PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA), PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT).


Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, melihat kondisi ekonomi saat ini dengan perekonomian global diperkirakan akan mengalami resesi di tahun depan, Indonesia dipandang memiliki pertumbuhan ekonomi serta daya tahan yang cukup baik dalam menghadap gejolak ekonomi global di tahun depan.

Baca Juga: Mengukur Valuasi IHSG Sebagai Emerging Market, Murah atau Mahal?

"Jadi untuk rights issue yang akan dilakukan oleh para emiten, diproyeksikan masih akan terserap hingga akhir tahun," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/11).

Arjun menilai, rights issue dari sektor perbankan masih akan terserap dengan baik. Ini di tengah sentimen serta kinerja fundamental yang positif dari emiten perbankan.

"Jika melihat kepada emiten perbankan yang akan melakukan rights issue seperti BACA, dan BMAS memang sedang mencatat pertumbuhan kinerja keuangan. Saham bank yang akan melakukan rights issue tersebut memiliki valuasi yang relatif menarik jika dibandingkan rata-rata industri bank," kata Arjun.

Arjun mengatakan bahwa secara umum, rights issue mengakibatkan penurunan harga saham. Sebab harga saham yang ditawarkan adalah harga diskon.

Baca Juga: OJK Beberkan Manfaat Wajib Modal Inti Minimum Rp 3 Triliun bagi Bank hingga Regulator

Rights issue juga dapat memberikan efek dilusi kepada pemegang saham yang tidak berpartisipasi dalam aksi korporasi ini. "Namun demikian, jika fundamental serta prospek emiten baik, tentunya penurunan harga saham ini akan bersifat sementara, kemudian rebound. Jadi yang terpenting adalah melihat fundamental emiten," ujar dia.

Arjun mencermati, untuk OASA yang sedang mengalami penurunan kinerja keuangan di kuartal terakhir dinilai tidak akan berdampak terhadap kinerja sahamnya. Selain itu, sahamnya juga sedang dalam pantauan oleh otoritas bursa.

Secara teknikal, Arjun melihat saat ini saham OASA sedang dalam fase downtrend sejak bulan September tahun ini. Sehingga, rights issue yang dilakukan oleh emiten belum tentu akan berdampak positif.

Baca Juga: Ada 42 Emiten di Pipeline Rights Issue BEI, Estimasi Dana Capai Rp 39,4 Triliun

Sedangkan SMGR mencatatkan kinerja keuangan cukup positif seiring dengan efisiensi yang dilakukan. Untuk prospek ke depan, terlihat SMGR mempunyai rencana untuk berfokus ke bidang sustainable investment dan ESG investment.

"Melihat isu green economy ke depan, aksi rights issue tentu bisa berdampak positif ke perusahaan," kata Arjun.

Namun dia mengingatkan, rights issue sebenarnya hanya berdampak untuk jangka pendek. Valuasi intrinsik tetap tidak akan berubah kecuali fundamentalnya kurang solid. Secara umum setelah rights issue harga saham turun sementara sebelum rebound lagi.

"Kecuali kalau fundamentalnya buruk, kalau untuk saham tersebut fundamentalnya solid masih aman," pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati