Aksi tukar guling DSSA molor lagi



JAKARTA. Aksi tukar guling antara PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), GMR Coal Resources Pte Ltd, dan United Fiber System Ltd (UFS) kembali molor. Hal itu buntut dari adanya perubahan valuasi. 

Hermawan Tarjono, Sekretaris Perusahaan DSSA Hermawan memperkirakan, transaksi ini baru bisa dilakukan di akhir tahun 2013. "Kami harus memperbaiki prospektus kepada Otoritas Jasa Keuangan," ujarnya, Selasa (2/4). Ketigabelah pihak akan melakukan negosiasi ulang terkait nilai transaksi. 

Valuasi, kata Hermawan akan disesuaikan dengan kekinian harga saham serta kinerja. Sekadar mengingatkan, Dian Swastatika berencana melakukan tukar guling saham dengan UFS. Emiten berkode saham DSSA ini beserta GMR akan menyerap saham baru yang diterbitkan UFS. DSSA akan memiliki 65,22% saham UFS, sedangkan GMR akan menguasai sekitar 29,2% saham UFS.


DSSA dan GMR akan membayar saham baru UFS itu dengan seluruh saham PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) milik DSSA dan GMR. DSSA dan GMR masing-masing mengempit 66,99% dan 30% saham GEMS. Jadi, DSSA dan GMR akan menjadi pemegang saham tidak langsung GEMS setelah transaksi. Saham baru UFS dibanderol seharga S$ 3,5 sen per saham. Sedangkan harga kesepakatan saham GEMS sebesar Rp 2.750 per saham. Adapun total transaksi tersebut setara dengan Rp 10,83 triliun.

Tetapi, harga saham UFS kini melandai ke level Sin$ 2,1 sen per saham. Sementara harga rata-rata saham GEMS pada tiga bulan terakhir ada di kisaran Rp 2.375 per saham.

Kinerja GEMS dan UFS pun menurun sepanjang tahun lalu. Laba bersih GEMS anjlok 43% menjadi Rp 177,74 miliar. Kinerja UFS lebih parah lagi. Perusahaan investasi yang mayoritas asetnya ada di Indonesia ini mencatatkan kenaikan nilai kerugian.

Berdasarkan laporan keuangan resmi UFS, pada tahun 2011, perusahaan hanya mencatat kerugian senilai S$ 33,35 juta. Namun, tahun 2012 lalu, angkanya membengkak menjadi S$ 73,29 juta.

Asal tahu saja, salah satu alasan DSSA mau melakukan aksi swap karena ada tumpang tindih antara lahan UFS dan lahan DSSA. "Ada overlapping lahan di Kalimantan, jadi kami memutuskan untuk mengakuisisi UFS," tutur Hermawan.

Sebagai perusahaan investasi yang mempunyai portofolio di kehutanan, produsen bubur kayu, konstruksi, dan properti, seluruh aset United Fiber memang ada di Indonesia. Di bidang kehutanan UFS punya PT Hutan Rindang Benua (HRB) yang memiliki konsesi hutan di Kintap, Kalimantan Selatan.

Luasnya mencapai 268.585 hektare. Lalu, ada PT Mangium Anugerah Lestari (MAL) yaitu produsen kayu chip yang berlokasi di Pulau Laut. Poh Lian Construction Pte Ltd (PLC) adalah anak usaha UFS di bidang properti.

Nah, rencananya, setelah DSSA menguasai UFS, langkah selanjutnya adalah melakukan divestasi bisnis konstruksi dan properti UFS. "Kalau yang forestry, kami masih akan pertahankan," imbuh Hermawan. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Amailia Putri