Aktivis 1998 menggugat Prabowo ke PN Jakarta Pusat



JAKARTA. Sejumlah orang yang mengklaim dirinya sebagai aktivis tahum 1998 melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mendesak pemerintah mengungkap kasus penculikan sejumlah aktivis pada masa orde baru tersebut. Para penggugat tergabung dalam tim advokasi untuk mengungkap penculikan berjumlah 19 orang.

Mereka antara lain bernama Sandi Ebenezer Situngkir, Antoni Silo, Judianto Simanjuntak, Simon Fernando Tambunan, Alfa Tamas Girsang, Osland E Hutahaean, Fernando Silalahi dan Yahya Tulusnami Hutabarat. Mereka menggugat Presiden Republik Indonesia, Panglima TNI, Kejaksaan Agung berturut-turut sebagai tergugat I,II dan III.

Selain itu mereka juga menyeret Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto Djojohadikusumo sebagai turut tergugat. Para tergugat ini dinilai telah melakukan perbuatan hukum karena tidak membentuk pengadilan HAM Ad Hoc terkait penanganan pembahasan atas hasil penyelidikan penghilangan orang secara paksa periode 1997-1998. "Kita menyeret Prabowo sebagai turut tergugat karena sebagai Komando Jenderal Kopassus waktu itu tidak menjadi suri tauladan bagi anak buah. Tapi menyuruh anak buah melakukan pelanggaran hukum," ujar juru bicara para penggugat Antoni Silo di PN Jakarta Pusat,Rabu (2/7).


Menurut Antoni pada 28 September 2009, DPR telah merekomendasikan kepada presiden untuk membentuk pengadilan HAM Ad Hoc. Namun sampai sekarang rekomendasi tersebut tidak dilaksanakan oleh presiden. Sementara panglima TNI bertanggungjawab menegakkan kedaulatan negara dan melindungi segenap bangsa dari ancaman dan gangguan. Panglima TNI juga bertanggungjawab terhadap kegiatan kopassus sebagai bagian dari TNI. Panglima juga bertanggungjawab terhadap dibentuknya tim mawar.

Berdasarkan penyelidikan Komisi Hak Asasi Manusia menyimpulkan bahwa ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa periode 1997-1998. Kesimpulan itu muncul berdasarkan kesaksian 58 korban dan warga negara, 18 anggota dan purnawirawan TNI/Polri.

Dari hasil penyelidikan Komnas HAM juga ditemukan fakta-fakta terjadinya penghilangan orang secara paksa yakni satu orang dibunuh dan 23 orang dihilangkan paksa. Nah sebagai komandan Kopassus saat itu, Prabowo tidak bisa lepas dari tanggungjawab. Dan Presiden bertanggungjawab terhadap TNI termasuk kepada Komandan Kopassus.

Dengan demikian para tergugat dan turut tergugat jelas-jelas telah melakulan perbuatan melawan hukum karena tidak menelusuri penculikan tersebut hingga sekarang. Karena itu para tergugat terbukti telah lalai melaksanakan tugas mereka memberikan perlindungan kepada warga negara. Akibatnya penculikan paksa tersebut menimbulkan kerugian materil bagi keluarga korban. Dengan demikian sangat beralasan apabila kerugian tersebut harus ditanggung para tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 1 triliun.

Karena alasan itu, Penggugat meminta agar pengadilan memerintahkan presiden RI untuk membentuk pengadilan HAM Ad Hoc kasus penghilangan paksa tahun 1998. Mereka juga meminta agar presiden memerintahkan untuk mencari 13 orang yang dinyatakan hilang Komnas HAM. Kemudian mendesak pengadilan agar menghukum Prabowo tunduk pada putusan perkara tersebut.

Sengketa ini baru memasuki sidang perdana pada hari Rabu (2/7). Ketua Majelis Hakim Heru Prakosa telah menyidangkan kasus ini. Namun karena sidang perdana ini baru dihadiri kuasa hukum dari Panglima TNI, maka sidang ditunda dan kembali digelar pekan depan.

Kuasa hukum panglima TNI Amran mengatan pihaknya kooperatif menjalani persidangan tersebut. "Kami menghargai panggilan pengadilan dan mengikuti persidangan ini," ujarnya usai persidangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa