KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aktivitas manufaktur Indonesia masih ekspansif pada Oktober 2022. Namun tingkat ekspansinya tidak secepat bulan sebelumnya. S&P Global mencatat, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2022 berada di level 51,8 atau turun dibandingkan September 2022 yang sebesar 53,7. Hanya saja, angka tersebut masih tergolong ekspansif, mengingat apabila PMI Manufaktur berada di bawah 50,0 menunjukkan bahwa industri manufaktur mengalami kontraksi atau tertekan. Adapun penurunan PMI Manufaktur Indonesia disebabkan oleh kondisi perekonomian global yang melambat sehingga menurunkan permintaan.
Baca Juga: Ancaman Resesi Menekan Kinerja Manufaktur RI Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan, output produksi juga masih dalam tren ekspansif sejalan dengan indikator kapasitas produksi dari hasil survei Bank Indonesia yang naik mendekati level pra pandemi di kuartal II-2022. Ia menyebut, aktivitas manufaktur yang konsisten berada pada zona ekspansif menunjukkan tren menguatnya permintaan dalam negeri dan ekspor. "Hal ini tentunya patut kita syukuri karena terjadi di tengah risiko global yang masih eskalatif. Kebijakan pemerintah untuk meredam risiko global (
shock absorber) terbukti efektif untuk menjaga momentum penguatan pemulihan ekonomi nasional," ujar Febrio dalam keterangan resminya, Rabu (2/11). Terrjaganya PMI Manufaktur pada zona ekspansif di tengah gejolak global juga terjadi pada negara lain seperti Thailand 51,6 (September:55,7), Vietnam 50,6 (September: 52,5), Australia 52,7 (September: 53,5), dan Jepang 50,7 (September: 50,8). Sementara itu, PMI Manufaktur di beberapa negara tercatat kembali mengalami kontraksi antara lain, Malaysia (48,7), Taiwan (41,5), dan Korea Selatan (48,2). Febrio menuturkan, secara keseluruhan optimisme para pelaku usaha terus meningkat. Tingkat permintaan dalam negeri yang masih kuat diharapkan dapat menjadi landasan bagi sektor manufaktur untuk terus konsisten berada pada zona ekspansif dan menguat di masa yang akan datang. "Pemerintah terus mengoptimalisasi APBN sebagai shock absorber agar dapat mendorong permintaan masyarakat untuk mendukung optimisme di sektor usaha," katanya.
Baca Juga: Ekonomi Global Lesu, Indeks Manufaktur Indonesia Melorot Pemerintah bersama otoritas terkait akan mengantisipasi berbagai risiko global yang akan mempengaruhi neraca perdagangan dan perekonomian secara umum. Di antaranya melambatnya aktivitas perdagangan Internasional negara maju yang terpengaruh inflasi sebagaimana tercermin dalam World Economic Outlook (WEO) Oktober 2022, serta mitra dagang utama seperti China. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto