Akuisisi Freeport belum akan berkontribusi signifikan bagi emiten tambang BUMN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jalan panjang pemerintah memperoleh kepemilikan 51% saham PT Freeport Indonesia akhirnya membuahkan hasil. Kemarin, Kamis (12/7), pemerintah menandatangani Head of Agrement (HoA) kesepakatan pokok-pokok divestasi saham Freeport Indonesia.

HoA tersebut antara lain menyebutkan divestasi 51% saham Freeport bisa dilakukan akhir Juli tahun ini. Adapun nilai transaksi divestasi saham tersebut sudah terkunci sebesar US$ 3,85 miliar.

Nantinya, pemerintah akan menguasai saham Freeport melalui PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), yang merupakan induk holding BUMN tambang. Diharapkan, masuknya Freeport dalam jajaran anak usaha BUMN tambang akan berdampak positif pada perusahaan tambang milik pemerintah lainnya.


Namun saat ini, para emiten tambang pelat merah masih meraba-raba dampak akuisisi ini. Direktur Keuangan PT Timah Tbk (TINS) Emir Ermindra mengatakan, sejauh ini manfaat yang bisa diperoleh TINS dari akuisisi Freeport hanya soal potensi jalur penjualan baru. "Kami akan memanfaatkan irisan pelanggan mereka yang mungkin butuh produk timah," ujar dia kepada Kontan.co.id, Kamis (12/7).

TINS juga berharap bisa mendapat manfaat dalam hal transfer pengetahuan dan teknologi. Misal, TINS yang selama ini melakukan penambangan aluvial bisa belajar ke Freeport untuk melakukan  penambangan bawah tanah.

Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy mengatakan, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan TINS merupakan entitas yang berbeda.Sehingga, dampak langsung akuisisi Freeport, terutama secara finansial, minim. "Hanya mungkin, ke depannya ada peluang ANTM diprioritaskan untuk menggarap smelter bersama Freeport, dengan PTBA sebagai penyedia energi" jelas Robertus.

Sumber pendanaan

Di luar itu, ada kekhawatiran akuisisi Freeport ini bakal menggerus dana emiten tambang pelat merah. Maklum, nilai akuisisi cukup besar. Ada kekhawatiran dana tersebut harus dipenuhi secara tanggung renteng oleh emiten tambang anak usaha Inalum.

Tapi Emil mengaku tak mencemaskan hal tersebut. Dia meyakini, pendanaan akuisisi tersebut tidak akan dibebankan ke perusahaan dalam holding. Sumber dana tentu berasal dari pemerintah, yang diwakilkan oleh Inalum.

Cuma memang, anggota holding lainnya akan mendapatkan tugas untuk meningkatkan kualitas pencarian dana oleh Inalum. "Peran kami adalah penyediaan dana melalui pembayaran dividen kepada pemerintah, dalam hal ini Inalum," tutur Emil.

Robertus juga menilai pendanaan tidak menjadi isu. "Inalum itu besar," kata dia. Aset Inalum per 2016 sebesar US$ 1,62 miliar. Sedang ekuitasnya mencapai US$ 1,53 miliar. Secara umum, pinjaman bisa diperoleh maksimal tiga kali nilai ekuitas.

Jadi, bila menghitung dari nilai aset di 2016 tersebut, Inalum masih punya ruang untuk mencari pinjaman hingga US$ 4,59 miliar. "Kalau hanya Freeport, masih bisa beli," tambah Robertus.

Robertus masih memiliki pandangan bullish terhadap saham TINS, ANTM dan PTBA. Dia merekomendasikan buy ketiganya, karena masih memiliki potensi pertumbuhan kinerja, terlepas dari keberadaan Freeport.

Robertus memasang target harga sebesar Rp 1.500 per saham untuk TINS dan ANTM. Sedang target harga untuk PTBA Rp 5.000 per saham.

Kemarin, saham ketiganya kompak menguat. Kenaikan tertinggi dicatat oleh saham PTBA dengan kenaikan 3,93% ke level Rp 4.230 per saham.

Menyusul di tempat kedua, ada saham ANTAM yang naik 1,78% ke level Rp 860 per saham. Sedang harga saham TINS naik 0,61% menjadi Rp 820 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati