Akuisisi Freeport, Inalum tak mau membebani anggota holding pertambangan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses akuisisi PT Freeport Indonesia oleh PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) terus bergulir. Tinggal selangkah lagi, pemerintah melalui INalum akan menguasai mayoritas saham salah satu tambang emas terbesar di dunia tersebut.

Namun, isu kini bergeser ke soal pendanaan. Maklum, Inalum selaku pentolan dalam akuisisi tersebut perlu memiliki dana yang tidak sedikit. Bukan hanya untuk akuisisi senilai US$ 3,85 miliar, tapi juga untuk operasional Freeport ke depan.

Terlebih, Freeport minimal butuh investasi sekitar US$ 20 miliar. Itu untuk investasi selama periode 2021-2041. Head of Corporate Communication Inalum Rendi A Witular tak menampik hal tersebut. "Tapi, kami tidak akan mengganggu tiga entitas lainnya dalam holding pertambangan," ujarnya kepada KONTAN, Senin (16/7).


Untuk biaya investasi Freeport, kata Rendi, justru bakal mengandalkan kemampuan Freeport sendiri. Itu mempertimbangkan Freeport yang memiliki pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atawa EBITDA di atas US$ 4 miliar. "Artinya, Freeport bisa self financing," tegas Rendi.

Dia menambahkan, Inalum juga tak akan banyak mengintervensi bisnis Freeport. Tujuannya, Inalum tak mau cashflow Freeport jadi tersendat karena operasionalnya terganggu.

Sebab, kelancaran cashflow Freeport dibutuhkan untuk menjamin kelancaran pelunasan utang Inalum ke sejumlah kreditur untuk mengakusisi Freeport. Namun, manajemen belum bersedia mengungkapkan siapa identitas bank tersebut. "Yang jelas, bang asing," tambah Rendi.

Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mengaku, hingga saat ini belum ada instruksi khusus dari Inalum terkait pendanaan. Cuma memang, ANTM turut memiliki andil untuk mempermudah Inalum mencari pendanaan.

Akuisisi sepenuhnya dilakukan oleh Inalum. Kalau pun ada kontribusi dari ANTM, sifatnya sebatas pada neraca keuangan ANTM yang digunakan di level Inalum. "Jadi, bukan ANTM yang mencari," ujar Arie.

Catatan saja, kondisi keuangan ANTM masih normal. Mengutip RTI, debt to equity ratio (DER) ANTM sebesar 0,6 kali dengan posisi rasio likuiditas atau current ratio sebesar 1,7 kali.

Sebagai perbandingan, PT Timah Tbk (TINS) memiliki DER dan current ratio masing-masing 0,87 kali dan 2,19 kali. Sedang PT Bukit Asam Tbk (PTBA) memiliki DER dan current ratio masing-masing 0,56 kali dan 2,64 kali.

Makin rendah DER makin baik karena menunjukkan kemampuan perusahaan mencari pinjaman semakin luas. Semakin tinggi current ratio semakin baik karena menandakan kemampuan perusahaan melunasi utang jangka pendek.

Emil Ermindra, Direktur Keuangan TINS sebelumnya mengatakan, dana akuisisi Freeport tidak akan dibebankan ke perusahaan dalam holding. Sumber dana tentu berasal dari pemerintah, yang diwakilkan oleh Inalum.

Cuma memang, anggota holding lain akan mendapatkan tugas meningkatkan kualitas pencarian dana oleh Inalum. "Peran kami adalah penyediaan dana melalui pembayaran dividen kepada pemerintah, dalam hal ini Inalum," tutur Emil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat