JAKARTA. Pemerintah akan menggunakan data masyarakat miskin tahun 2015 untuk penyaluran voucer pangan yang rencananya dimulai pada Februari 2018 nanti. Data milik Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut dinilai masih valid dan tidak banyak mengalami perubahan. Penggunaan data tahun 2015 diputuskan seiring dengan sudah ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) soal penyaluran bantuan sosial secara nontunai oleh Presiden Joko Widodo. Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Bambang Widianto bilang, data BPS tahun 2015 tidak perlu di verifikasi ulang karena dianggap tidak banyak perubahan.
Namun dia mengakui, data tersebut tidak sempurna 100% karena hanya memiliki akurasi 85%. Untuk itu pemerintah akan merancang filter berupa pengaduan individu. "Setelah verifikasi, orang ini dikeluarkan sebagai penerima," katanya, Selasa (8/8). Pemerintah juga perlu melakukan mitigasi data RTS untuk keperluan membuka rekening bank. Pada tahun depan, jumlah voucer pangan yang akan dibagikan ke masyarakat penerima ditargetkan mencapai 10 juta rumah tangga sasaran (RTS). Jumlah itu bertambah dari pelaksaan pilot proyek tahun ini yang sebanyak 1,4 juta RTS. Sedangkan pada 2019 jumlah penerima voucer pangan direncanakan bakal bertambah jadi 15,5 juta RTS. RTS ini akan menerima jatah Rp 110.000 per bulan yang masuk ke Kartu Kombo. Pembagian voucer pangan ini merupakan pengganti beras sejahtera sebelumnya. Dengan melibatkan perbankan, diharapkan rastra non tunai akan lebih tepat sasaran. Perubahan ini juga diharapkan akan mendorong ekonomi riil karena, pemilik usaha mikro, kecil, dan koperasi yang ingin berpartisipasi dalam penyaluran bansos ini dapat mendaftarkan diri ke bank penyalur sebagai e-warong.