Alarm bahaya dari perdagangan Indonesia



JAKARTA. Efek krisis global nyata menerkam ekonomi Indonesia. Hal ini tampak pada defisit neraca perdagangan yang kian lebar menganga. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Juni 2012, neraca perdagangan Indonesia minus sekitar US$ 1,32 miliar atau setara Rp 12,5 triliun (kurs US$ 1=Rp 9.500). Nilai ekspor US$ 15,36 miliar, sementara nilai impor mencapai US$ 16,69 miliar.

Nilai defisit perdagangan pada Juni 2012 merupakan rekor baru defisit perdagangan bulanan tertinggi dalam sejarah Indonesia, minimal dalam lima tahun terakhir. Lagi pula, ini juga kali pertama dalam sejarah neraca perdagangan Indonesia mencatatkan defisit selama tiga bulan berturut-turut.

Maklum, neraca perdagangan April dan Mei 2012 juga minus. Alhasil, sepanjang enam bulan pertama tahun ini surplus neraca dagang Indonesia hanya US$ 476 juta.


Transaksi dagang Indonesia nyaris minus dengan semua negara mitra dagang utama. Selain kalah berniaga dengan China, perdagangan Indonesia dengan Jepang, Jerman, Malaysia, hingga Prancis juga minus.

Menurut Suryamin, Kepala BPS, lonjakan impor bahan bakar penyebab utama melonjaknya defisit Juni 2012. Nilai defisit dari perdagangan hasil minyak mencapai sekitar US$ 2,1 miliar.

Yang patut digarisbawahi, kelesuan ekonomi dunia berpotensi menekan ekspor Indonesia, sementara impor barang kian deras. Alhasil, "Bisa-bisa defisit terjadi sampai akhir tahun ini," kata Satwiko Darmesto, Direktur Statistik Distribusi BPS.

Nada pesimisme juga meluncur dari mulut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro. Menurutnya, defisit neraca perdagangan ini bakal berlangsung sepanjang tahun ini.

Dus, apakah kita harus pasrah? Bisa jadi demikian. Ekonom BCA David Sumual berpendapat, selama krisis Eropa dan Amerika Serikat belum usai, defisit tetap menghantui neraca dagang Indonesia.

Tapi, prediksi David, defisit perdagangan bulan-bulan berikutnya tak sedalam defisit di bulan Juni. Alasannya, penurunan ekspor pada gilirannya juga menurunkan impor. Sebab, mayoritas impor Indonesia berupa bahan baku.

Yang bisa dilakukan pemerintah adalah menjaga agar defisit neraca perdagangan tak menyebabkan defisit neraca pembayaran. Caranya, menarik sebanyak-banyak arus modal asing serta mencari pasar ekspor yang baru.

Tanpa upaya itu, ekonomi kita makin lesu dan bukan mustahil masuk ke krisis lagi. Jadi, segeralah bertindak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.