JAKARTA. Wakil Ketua Fahri Hamzah mengaku tak bermaksud menyingung perasaan para pekerja maupun pihak lain terkait kicauannya di Twitter. Fahri mengaku kaget dengan banyaknya respons terkait tweetnya itu. "Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela..." begitu bunyi kicauan Fahri yang diunggah Selasa (24/1) pukul 4.14 WIB. Karena alasan adanya ketersingungan dari sejumlah pihak, Fahri pun menghapus kicauannya.
"Saya menghapus supaya enggak salah paham. Karena memang terminologi itu mengganggu di kupingnya. Padahal saya enggak maksud ke arah sana, tapi enggak apa-apa. Sosmed kan gitu. Enggak ada masalah," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1). Karena kicauannya, akun Fahri jadi bulan-bulanan kritik para netizen. Namun, ia menerima kritikan publik tersebut. "Ya harus banyak senyum. Harus menerima baik kritikan orang. Introspeksi biar positif lah," ujar Fahri. Fahri mengklaim, kicauannya sebetulnya tak berdiri sendiri melainkan tengah fokus mengomentari isu nasional. Ia tak menduga kicauannya akan berdampak pada reaksi keras sejumlah pihak. Beberapa isu yang dikomentarinya berkaitan dengan makar hingga coretan di bendera merah putih. "Jadi tadi si pembawa bendera itu sudah dilepas. Ini kan polisi bekerja berdasarkan provokasi terutama dari media dan sosmed lalu dia memilih kasus-kasus untuk menyibukkan diri padahal itu enggak ada manfaatnya," ucap Fahri. "Saya tahu misalnya isu makar akhirnya enggak ada juga, semua orang diperiksa, dijadikan tahanan lalu tahanan kota, akhirnya enggak jadi juga. Ada yang diajak damai, dan seterusnya," imbuhnya. "Lalu muncul isu lain lagi, isu bendera. Provokasi lagi, kemudian ada yang ditangkap," lanjut Fahri. Fahri mengatakan, atas sejumlah peristiwa di dalam negeri, dia menyimpulkan bahwa Indonesia sedang kehilangan prioritas untuk ditangani. Padahal banyak persoalan yang seharusnya diutamakan. "Prioritas kita ini saya tunjukan bahwa hutan kita dibabat orang, pipa-pipa baja kita disedot negeri orang. Padahal warga kita mengemis meminta kerja menjadi pakai istilah babu. Sebenarnya istilah ini enggak ada. Semenetara pekerja asing kita biarkan merajalela. Concern saya adalah prioritas," papar Fahri. Kedua, sebagai Ketua Tim Pengawas Tenaga Kerja ia mengaku sangat mengetahui nasib pekerja Indonesia di luar negeri. Kondisinya tragis bahkan tak jarang ada yang diperbudak. Ia menegaskan kalimat pada kicauannya tak ada hubungannya dengan penghinaan. Hal yang ditekankannya adalah bahwa ada pekerjaan pemerintah yang tak beres berkaitan dengan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Sedikitnya ia mencatat ada dua sektor yang tak ditangani secara baik. Pertama, sektor persiapan tenaga kerja. Kedua, penempatan. "Karena enggak ada keahlian ditempati sembarangan," ucap Fahri. "Jadi ini residu pemerintah yang enggak beres masih banyak. (Nabilla Tashandra) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini