JAKARTA. Harga saham PT Garuda Indonesia Tbk (
GIAA) hingga saat ini masih berada di bawah harga penawaran perdana (IPO). Ada dua hal yang menyebabkan saham maskapai pelat merah tersebut belum menembus level awalnya. Analis Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan, harga IPO saham Garuda Indonesia sebesar Rp 750 per lembar saham. Hingga saat ini, saham GIAA hanya diperdagangkan di bawah level tersebut. Dalam enam bulan terakhir, harga saham GIAA tertinggi hanya di level Rp 680 per lembar saham. Nilai tersebut terjadi pada 28 Maret 2013. "Alasannya, harga IPO saham GIAA kemahalan. Selain itu kinerjanya juga belum memuaskan," kata Satrio kepada
Kompas.com di Jakarta, Sabtu (8/6/2013).
Satrio menambahkan, konsesi analis saat itu menyebut harga wajar (fair value) saham GIAA sekitar Rp 520-667 per lembar saham. Namun, saat akan IPO, Menteri Badan Usaha MIlik Negara saat itu, Mustafa Abubakar, meminta harga saham GIAA dijual di level Rp 750 per lembar saham. Akibat harga yang lebih mahal tersebut, saham GIAA terus diperdagangkan di level Rp 500-680 per lembar saham. Pada perdagangan Jumat (7/6/2013) kemarin, harga saham GIAA hanya naik 10 poin (1,82 persen) di Rp 560 per lembar saham. Kinerja disorot Di sisi lain, kinerja bisnis GIAA juga belum sepenuhnya gemilang. Namun, pada akhir 2012 lalu, laba komprehensif GIAA naik seratus persen dari US$ 72,7 juta pada 2011 menjadi US$ 145,4 juta. Pendapatan operasi naik 12,1% menjadi US$ 3,47 miliar, laba operasi naik 82% persen menjadi US% 168,1, dan laba bersih naik 72,6% menjadi US$ 110,8 juta. Masalahnya, kinerja bisnis untuk kuartal I per tahunnya selalu negatif. "
Bottom line (kuartal I-2013) kurang lebih sama seperti kuartal I tahun lalu, tidak banyak berubah," ujar Direktur Keuangan Garuda Indonesia Handrito Hardjono. Sayangnya, Handrito enggan mengungkapkan angka pasti, khususnya di kuartal I-2013 ini. Sebagai gambaran, pada kuartal I-2012, nilai rugi bersih maskapai pelat merah ini mencapai US$ 10,71 juta. "Biasanya akan membaik di kuartal dua dan seterusnya," ujarnya.
Pada kuartal I-2011, Garuda mencatat kerugian US$ 19,1 juta dollar AS. Kerugian berlanjut di kuartal selanjutnya. Pada kuartal II-2012, nilai rugi bersih berkurang menjadi US$ 2,02 juta. Adapun di kuartal II-2011, nilai kerugian mencapai US$ 22,39 juta. Pada kuartal tiga dan empat, GIAA baru bisa mendulang untung. Handrito memproyeksikan, hingga akhir tahun, perusahaan bisa memperoleh kenaikan laba bersih. Namun, ia belum mau blak-blakan mengenai hal itu. Dengan masuknya Erik Meijer sebagai
Chief Commercial Officer di Garuda Indonesia, Satrio berharap perusahaan ini bisa meningkatkan kinerja bisnisnya ke depan. "Erik ini di perusahaan sebelumnya (baik di Telkomsel, Bakrie Telecom hingga Indosat) menjadi
value creator. Diharapkan di Garuda Indonesia ini, dia bisa menciptakan hal baru yang bisa melambungkan saham GIAA," kata Satrio. (Didik Purwanto/
Kompas.com) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri