Alasan KPK minta pembahasan revisi KUHAP berhenti



JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menghentikan pembahasan revisi RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memiliki tiga alasan penting yang menjadi dasar untuk menghentikan pembahasan yang dipimpin Azis Syamsuddin sebagai Ketua panitia kerja tersebut.

"Waktu yang sempit dibanding masalah yang substansial dan kompleks," kata Bambang melalui pesan singkat, Kamis (6/2).

Menurut Bambang, pembahasan revisi RUU KUHAP memiliki waktu yang terlalu singkat. Waktu kerja DPR dalam periode ini hanya tinggal 108 hari kerja, dirasa tidak efektif untuk melakukan pembahasan tersebut. "Sementara (Daftar Isian Masalah atau DIM) cukup banyak sekitar 1.169 dan pasal yang dibahas sangat banyak," tambah Bambang.


Lebih lanjut menurutnya, Naskah Akademik RUU tentang Hukum Acara Pidana yang ada di KPK masih jauh lebih memadai. "Karena mampu menjelaskan secara utuh problem fundamental KUHAP mendatang dan solusi penangannnya," ucap Bambang.

Sementara itu, Bambang juga mempertanyakan mengapa dalam pembahasan RUU tersebut masyarakat dan pihak-pihak terkait tidak turut disertakan. Bahkan KPK pun tidak turut andil di dalamnya.

"Rakyat sang pemilik kedaulatan justru disingikrkan dalam seluruh pembahasan yang saat ini terjadi. Begitu pun dengan KPK sebagai user tidak pernah sekalipun diajak berpartisipasi," tambah Bambang.

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyerahkan draft RUU KUHAP dan RUU Hukum Pidana (KUHP) kepada DPR pada Maret 2013 lalu. Kedua draft tersebut masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional periode 2009-2014.

DPR kemudian membentuk panitia kerja pembahasan kedua RUU tersebut. Pantia pun telah memanggil sejumlah pihak kecuali KPK untuk membahasa RUU KUHAP. Dalam draft revisi RUU KUHAP tersebut sejumlah kewenangan dari KPK terancam hilang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia