Alasan OJK terkait molornya beleid RDPT



JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membantah molornya aturan mengenai reksadana penyertaan terbatas (RDPT) akibat banyaknya dana milik badan usaha milik negara (BUMN) yang parkir di RDPT beraset dasar efek."Dana pensiun yang masuk ke RDPT tidak sampai 1% dari total RDPT non proyek," ujar Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK kepada KONTAN. Namun, ia tidak mengatakan berapa banyak perusahaan asuransi yang mengivestasikan dananya di produk tersebut. Menurut dia, pembahasan aturan masih berjalan. Seperti halnya peraturan lain, perlu waktu untuk menyelesaikan aturan tersebut. Sumber KONTAN menyebutkan, isu utama molornya penyelesaian aturan RDPT akibat banyak dana miliki perusahaan asuransi dan perusahaan dana pensiun yang parkir di produk RDPT portofolio efek. Adapun, total nilai RDPT efek ini mencapai Rp 40 triliun. Adapun, sekitar 80% milik perusahaan asuransi dan dapen pelat merah. Sebenarnya, OJK sudah tidak memperbolehkan manajer investasi menerbitkan produk RDPT efek. Pada tahun 2010, OJK yang waktu itu masih bernama Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) mengeluarkan surat edaran (SE). Isinya, produk RDPT harus memiliki aset dasar sektor riil. Sehingga, investor tidak diperkenankan untuk melakukan tambahan investasi (top up) pada RDPT portofolio efek. Sementara itu, pada draf perubahan aturan RDPT oleh OJK disebutkan, RDPT hanya diperbolehkan berinvestasi pada efek yang tidak ditawarkan melalui penawaran umum guna pendanaan sektor riil.Manajer investasi yang telah mengelola RDPT portfolio efek wajib menyesuaikan dengan peraturan ini paling lambat tiga tahun sejak peraturan ini ditetapkan. Artinya, RDPT portfolio efek harus dibubarkan. Semula, OJK menargetkan aturan ini bisa diterbitkan 2014. Namun, hingga kini masih terdapat pro dan kontra terkait aturan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Sanny Cicilia